Jakarta (ANTARA) - Rektor sekaligus Guru Besar Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung (UBB) Prof. Ibrahim menyarankan pelaksanaan pemilu dan pilkada tidak dilaksanakan pada tahun yang sama.

“Barangkali pileg (pemilihan anggota legislatif) dan pilpres (pemilihan presiden dan wakil presiden) bisa digabung, tetapi pilkada perlu diatur minimal berjarak dua tahun,” kata Prof. Ibrahim saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Rabu, ketika menanggapi menurunnya partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 ketimbang Pemilu 2024.

Baca juga: Pakar nilai jeda waktu untuk pemilihan umum diperlukan

Ia menjelaskan bahwa pengambil kebijakan dan penyelenggara pemilihan perlu mengurai kembali rentang waktu penyelenggaraan pileg, pilpres, dan pilkada yang saat ini terlalu dekat, sehingga dapat mengurangi kejenuhan pemilih untuk datang ke bilik suara.

Sementara itu, dia menilai rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 menunjukkan bahwa kontestasi sebagai elemen penting dalam tata pemerintahan belum dipahami secara utuh sebagai sistem sosial politik oleh warga negara.

“Erosi minat politik ini menunjukkan ada yang salah dalam sistem pemahaman warga suatu bangsa. Ketika sistem elektoral dianggap tidak penting, di sana negara kehilangan kendali dan atensi warganya,” ujarnya.

Baca juga: Komisi II pertimbangkan pemberian jeda pemilu dalam revisi UU Pemilu

Selain itu, menurut dia, sengajanya pemilih untuk tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS) karena berbagai alasan menunjukkan bahwa pilkada tidak dianggap sebagai instrumen penting.

“Pesona pilkada tidak terlampau dianggap menarik bagi pemilih adalah fakta tidak terbantahkan,” ujarnya.

Sebelumnya, Anggota KPU RI August Mellaz di Jakarta, Jumat (29/11) mengatakan bahwa partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 di bawah 70 persen. Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa angka tersebut masih dapat dikategorikan normal.

Namun, Anggota KPU RI Idham Holik di Jakarta, Sabtu (23/11) mengatakan bahwa lembaganya menargetkan tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 mencapai 82 persen.

Pada Rabu (5/6), KPU RI mengungkapkan bahwa 81,78 persen pemilih menggunakan hak pilih pada Pilpres 2024, kemudian sebanyak 81,42 persen untuk Pemilu Anggota DPR RI, dan 81,36 persen untuk Pemilu Anggota DPD RI.

Baca juga: Pakar: Penguatan sosialisasi pemilu dapat minimalkan kejenuhan pemilih
Baca juga: Pakar sebut keserentakan pemilihan umum perlu dikaji kembali
Baca juga: Mempertimbangkan jeda dua tahun antara pemilu nasional dan daerah

Pewarta: Rio Feisal
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024