Jakarta (ANTARA) - Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Christina Clarissa Intania menekankan pentingnya memanfaatkan momentum pengakuan terhadap masyarakat adat di skala global dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat.
Christina menjelaskan, masyarakat adat telah berhasil mendapat momentum besar saat disetujuinya pembentukan badan permanen pada Pasal 8J untuk mendukung masyarakat adat dan komunitas lokal, dalam Konferensi Keanekaragaman Hayati 16 (COP 16) di Kolombia, November lalu.
“Untuk melanjutkan semangat ini, RUU Masyarakat Adat menjadi instrumen yang esensial untuk bisa mewujudkan konservasi keanekaragaman hayati yang selaras dengan kehidupan masyarakat adat sebagai salah satu aktor penting penjaga lingkungan hidup,” kata dia dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu.
Christina mengatakan, hasil COP 16 itu memberikan momentum di tingkat global yang menegaskan pentingnya apresiasi negara atas kontribusi besar masyarakat adat dalam kegiatan konservasi keanekaragaman hayati dan perlindungan atas pengetahuan tradisional.
Penghargaan masyarakat adat dalam konservasi akan meningkatkan pencapaian Indonesia sebagai negara anggota Konvensi Keanekaragaman Hayati dalam target konservasi.
Oleh karena itu, menurut dia, Indonesia harus memanfaatkan momentum tersebut dengan mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang kembali masuk prolegnas.
Selain mendapat momentum dari COP 16, Christina meyakini RUU Masyarakat Adat penting untuk segera disahkan, salah satunya karena masyarakat adat memerlukan perlindungan dan kepastian hukum di tengah konflik agraria dan proyek infrastruktur yang bergesekan dengan tanah adat.
“Mekanisme pengakuan tanah adat saat ini tidak terintegrasi dan tersebar di berbagai macam lembaga pemerintahan. Pada akhirnya, hal ini mempersulit masyarakat adat untuk mendapat pengakuan tanah adat yang menjadikan posisi tawarnya sangat rendah karena tidak memiliki pengakuan tertulis,” tuturnya.
Menurut dia, RUU Masyarakat Adat sudah melalui proses yang lama. Di saat yang sama, masyarakat adat membutuhkan kehadiran, komitmen, dan integritas negara yang tertuang dalam bentuk produk hukum.
“Momentum-momentum yang ada perlu dimanfaatkan sebaik mungkin untuk segera mengesahkan RUU ini,” tegas Christina.
Diketahui bahwa Rapat Paripurna Ke-8 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024–2025 di Jakarta, Selasa (19/10), menyetujui 176 RUU masuk Prolegnas Tahun 2025–2029 dan 41 RUU masuk Prolegnas Prioritas 2025. RUU Masyarakat Adat masuk ke dalam prolegnas prioritas tersebut.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024