Yogyakarta (ANTARA) - Kepala Bidang Program Dompet Dhuafa Yogyakarta Imam Hidayat mengatakan pihaknya senantiasa memberikan berbagai penyuluhan kepada para pengrajin lurik di kawasan Yogyakarta, agar bisa berkembang dan meraih pasar yang lebih luas.
"Kami selalu memastikan dan memberikan berbagai arahan kepada mereka, agar bisa menjangkau pasar yang lebih luas dan dikenal melalui platform digital," kata Imam Hidayat di Gunung Kidul, Yogyakarta, Rabu (4/12).
Tidak hanya memberikan arahan mengenai penjualan, pihaknya juga memberikan pelatihan kepada para pelurik di kawasan tersebut. Hal itu dilakukan untuk menciptakan generasi baru dalam ekosistem lurik di tanah air.
Dengan terciptanya regenerasi itu, pihaknya berkeyakinan bahwa lurik asal Yogyakarta dapat menembus pasar yang lebih luas dan motif yang lebih beragam dan tidak monoton melalui ide dan juga kreasi dari generasi-generasi muda.
"Kelompok Lurik Lestari itu menjalani pelatihan bareng-bareng sebanyak 10 orang. Namun, ketika mereka sudah mahir, mereka dipersilahkan untuk membuat brand sendiri dan kami terus setia mengawal mereka sampai mereka memasarkannya," ujar dia.
Dalam pembinaan ini, menurut dia, Dompet Dhuafa menggunakan dana zakat yang diberikan oleh masyarakat Indonesia. Sehingga, saluran zakat bisa dipastikan berjalan ke arah yang tepat dan membutuhkan.
Baca juga: Chiki Fawzi siapkan koleksi busana dari lurik Klaten untuk IN2MF 2024
Baca juga: Budi daya Lidah Buaya cocok untuk para petani muda
Sementara itu, pemilik sekaligus penenun Lurik Kasar dan Halus Aulya, Suyatmi mengatakan setelah mendapatkan bantuan dari Dompet Dhuafa, penjualannya semakin meluas dan terus meningkat.
Dia melanjutkan bahwa berbagai kebutuhan sudah disediakan oleh Dompet Dhuafa seperti mesin lurik, modal dasar, sama pelatihan dan inovasi pewarnaan serta produk turunannya.
"Manfaat banyak, dulu kami sebelum Dompet Dhuafa masuk kita sudah melurik. Tapi dulu masih segitu-segitu saja dan susah untuk berkembang," kata Suyatmi.
Lurik hasil buatannya dibanderol dengan harga Rp90 ribu per 2 meter untuk yang alami. Sementara sintesis dibanderol dengan harga Rp70 per 2.meter. perbedaan harga tersebut dikarenakan tingkat kesulitan dan waktu pembuatan yang sulit dan lama untuk yang alami.
"Pewarnaan alami kalau kita melakukan celupan, itu tidak cukup satu kali. kalau sintetis satu kali bisa. Proses tenun lebih susah yang alami memang," ucap dia.
Program tersebut masuk ke dalam pemberdayaan ekonomi dari Dompet Dhuafa. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menggali keterampilan dalam menenun, meski mereka sudah mahir sebelumnya.
Hanya saja mereka belum terlalu mahir dalam memasarkan produk mereka agar lebih dikenal banyak orang. Sehingga, perlu adanya bimbingan lebih lanjut untuk menangkap pasar yang lebih luas lagi.
Baca juga: Dompet Dhuafa bangun kembali ekosistem batik di Karang Kulon Imogiri
Baca juga: Gerai Sehat DD manfaatkan dana zakat untuk kebutuhan yang positif
Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2024