Jakarta (ANTARA) - Perekonomian Indonesia telah mengalami transformasi signifikan dalam beberapa dekade terakhir, terutama dengan tumbuhnya ekonomi kreatif sebagai salah satu pilar utama.
Sektor ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga mendorong inovasi, daya saing global, dan pendapatan negara.
Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen sebagai bagian dari reformasi perpajakan. Kebijakan ini memunculkan diskusi tentang dampaknya terhadap perekonomian, khususnya sektor ekonomi kreatif.
Sebagai sektor yang berkembang pesat, ekonomi kreatif memiliki potensi untuk meredam dampak negatif dari kenaikan PPN sekaligus memberikan kontribusi positif bagi penerimaan pajak.
Ekonomi kreatif merujuk pada aktivitas ekonomi yang berbasis kreativitas, inovasi, dan intelektualitas. Menurut laporan UNCTAD (2019), ekonomi kreatif mencakup sektor seperti seni, desain, media, fesyen, musik, game, dan teknologi.
Di Indonesia, sektor ini telah menyumbang lebih dari 7,4 persen terhadap PDB nasional, atau sekitar Rp1.300 triliun pada 2020, dengan subsektor unggulan seperti kuliner, fesyen, dan kriya.
Ciri khas ekonomi kreatif adalah daya tahan dan fleksibilitasnya dalam menghadapi tantangan ekonomi, termasuk perubahan kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN. Hal ini menjadikannya elemen penting dalam strategi mitigasi dampak ekonomi.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung pembangunan nasional. Namun, langkah ini dapat memengaruhi daya beli masyarakat, terutama di sektor konsumsi.
Berdasarkan teori Keynesian, kenaikan pajak cenderung mengurangi disposable income masyarakat, yang dapat menekan konsumsi. Namun, dampak tersebut dapat diminimalkan jika sektor-sektor tertentu, seperti ekonomi kreatif, mampu terus mendorong permintaan agregat.
Kenaikan PPN berpotensi meningkatkan harga barang dan jasa, termasuk produk ekonomi kreatif. Hal ini dapat menurunkan daya saing produk kreatif di pasar domestik dan internasional jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas dan inovasi.
Peluang bagi ekonomi kreatif
Ekonomi kreatif memiliki keunggulan komparatif yang dapat menjaga daya tarik produknya meskipun terjadi kenaikan harga. Produk-produk kreatif sering kali dihargai bukan hanya karena fungsinya, tetapi juga karena nilai tambah seperti estetika, budaya, dan inovasi teknologi.
Menurut teori ekonomi modern, sektor-sektor berbasis inovasi memiliki elastisitas permintaan yang lebih rendah terhadap harga dibandingkan dengan barang dan jasa konvensional. Teori Schumpeter (1942) tentang creative destruction juga menekankan pentingnya inovasi dalam menciptakan pasar baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks kenaikan PPN, ekonomi kreatif dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan dengan memanfaatkan kreativitas untuk menjaga daya saing.
Copyright © ANTARA 2024