Ia menjelaskan PLRKM BNN selalu berupaya untuk menjaga kualitas layanan rehabilitasi agar sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI) 8807:2022, terkait penyelenggaraan layanan rehabilitasi bagi orang dengan gangguan penggunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA).
"Dalam meningkatkan kualitas pelayanan, kami selalu melakukan asistensi, jadi secara periodik kami selalu melakukannya," kata Amrita kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Dia membeberkan dalam satu tahun, timnya bisa melakukan rapat asistensi sebanyak 3 - 4 kali kepada lembaga rehabilitasi, mulai dari mitra BNN atau swasta, milik Polri, Kemenkes, Kemensos, dan Kejaksaan, dan lainnya.
"Untuk kegiatan asistensi di daerah dilakukan oleh aksesor yang telah ditunjuk oleh BNN dan sudah sesuai SNI," ujarnya.
Amrita mengatakan peningkatan kualitas atau layanan rehabilitasi membutuhkan dukungan semua pihak, salah satunya melalui intensitas dialog dan kolaborasi antara semua pemangku kepentingan.
Direktur PLRKM BNN itu menjelaskan penyelenggaraan layanan rehabilitasi merupakan pengejawantahan dari sejumlah peraturan, seperti Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010, PP 25/2011, UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika, Perban BNN RI 6/2022, dan aturan lainnya.
Berdasarkan data Risk Impack Analysis Penerapan SNI wajib dan BNN, saat ini ada 2.210 lembaga rehabilitasi yang ada di Indonesia dan sebanyak 30 persen di antaranya merupakan mitra BNN.
Baca juga: BNN: Keterlibatan masyarakat penting untuk penguatan LRKM
Baca juga: Kepala BNN: Masyarakat harus diedukasi biar tidak dijebak bandar
Baca juga: BNN ungkap 15 kasus peredaran narkoba dari sejumlah provinsi
Pewarta: Donny Aditra
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024