Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Pusat Riset Zoologi Terapan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ikhsan Suhendro menjelaskan pola warna yang dimiliki spesies sapi bali mempengaruhi pertumbuhan tubuh satwa tersebut.
“Sapi betina umumnya berwarna cokelat kemerahan, sedangkan sapi jantan berubah menjadi hitam setelah mencapai kedewasaan seksual. Perubahan ini menjadi indikator penting dalam seleksi hewan,” ujar Ikhsan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Dia menambahkan, pada sebagian sapi bali jantan ditemukan penyimpangan pola warna yang meliputi albino (warna pucat/putih), injin (jantan berwarna seperti betina), dan poleng (berbintik). Penyimpangan pola warna atau aberasi ini, menurut Ikhsan, merupakan indikasi penyimpangan genetik yang dapat memengaruhi pertumbuhan tubuh sapi.
Baca juga: BRIN punya suplemen untuk meningkatkan produktivitas sapi potong
Ikhsan mengungkapkan bahwa pola warna tubuh sapi bali memiliki korelasi langsung dengan bobot badan dan efisiensi pertumbuhan.
“Sapi jantan dengan warna hitam penuh (full black) memiliki bobot badan lebih besar di usia 2 tahun, mencapai 260 kilogram, dibandingkan sapi jantan dengan warna cokelat, yang rata-rata berbobot 185 kilogram,” ujarnya.
Selain itu, sapi full black juga menunjukkan tingkat pertumbuhan bobot harian sebesar 0,35 kilogram, lebih tinggi dibandingkan sapi dengan pola warna lainnya.
Baca juga: BRIN perkenalkan metode HMT untuk optimalkan pakan sapi potong
Faktor genetik, terutama kadar hormon testosteron, diduga menjadi alasan di balik keunggulan pertumbuhan sapi full black. Hal itu dikarenakan testosteron berperan penting dalam peningkatan massa otot dan pengurangan jaringan lemak, yang membuat sapi ini lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi daging.
Ikhsan menegaskan bahwa hasil penelitian ini memberikan manfaat besar bagi para pemulia, khususnya dalam meningkatkan efisiensi produksi daging dan kualitas keturunan sapi bali.
Dengan mempertimbangkan pola warna tubuh sebagai indikator genetik, pemulia dapat lebih selektif dalam memilih indukan jantan yang unggul.
Baca juga: Defisiensi mineral sebabkan produksi sapi lokal kurang optimal
“Pola warna pada sapi bali bukan hanya dimorfisme seksual, tetapi juga penanda genetik yang penting dalam seleksi hewan. Pemulia hewan yang memahami hal ini dapat meningkatkan potensi sapi bali sebagai sumber daya unggul, sekaligus mempertahankan relevansinya di masa depan,” ujar Ikhsan.
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024