membangun integritas, memberantas korupsi dan memastikan tata kelola pemerintahan yang transparan bukan hanya keharusan moral. Itu semua merupakan pendorong penting ketahanan ekonomi

Jakarta (ANTARA) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyoroti pentingnya pemberantasan korupsi dalam meningkatkan ketahanan ekonomi nasional untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, sebagaimana yang tertuang dalam SDGs Nomor 16: Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh.

"Kami menyadari bahwa membangun integritas, memberantas korupsi dan memastikan tata kelola pemerintahan yang transparan bukan hanya keharusan moral. Itu semua merupakan pendorong penting ketahanan ekonomi," kata Manajer Pilar Pembangunan Ekonomi Sekretariat Nasional SDGs Bappenas Setyo Budiantoro di Jakarta, Kamis.

Ia mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah menanamkan prinsip-prinsip tersebut dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) serta Kerangka Pembiayaan Nasional Terpadu (Integrated National Financing Framework/INFF).

Inisiatif tersebut, lanjutnya, bertujuan untuk meningkatkan tata kelola, menarik investasi dan memberdayakan masyarakat.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Setyo menuturkan bahwa mengintegrasikan prinsip lingkungan, sosial dan tata kelola (environment, social and governance/ESG) dalam kebijakan pemerintah dan pelaku ekonomi penting untuk mencapai SDGs.

"Dengan menyelaraskan metrik lingkungan, sosial dan tata kelola dengan kerangka SDGs, pelaku bisnis dan pembuat kebijakan dapat menciptakan pendekatan terpadu untuk pembangunan berkelanjutan," ucapnya.

Baca juga: Bappenas: Akselerasi ekonomi hijau perlu reformasi ekosistem

Baca juga: Indonesia terpilih kembali lanjutkan program PAGE Fase 2

Ia menyampaikan bahwa upaya tersebut dapat mendorong assessment/penilaian kinerja yang lebih baik, akuntabilitas yang lebih kuat, serta peningkatan kolaborasi lintas sektor agar para pelaku industri dapat berkontribusi pada pencapaian SDGs.

Namun, ia mengatakan bahwa masih terdapat sejumlah tantangan dalam memperkuat praktik ESG di Indonesia karena adanya gap terkait akses terhadap keadilan dan layanan publik, serta tingkat korupsi yang masih tinggi, sebagaimana yang disorot dalam SDGs Report 2024.

"Upaya untuk menghapus kesenjangan ini membutuhkan tindakan kolektif dari semua pemangku kepentingan, pemerintah, kebijakan, bisnis dan masyarakat sipil untuk membangun sistem integritas yang melampaui kepatuhan," ujar Setyo.

Ia pun meminta pelaku bisnis untuk membantu pemerintah dalam memecahkan tantangan tersebut dengan mengintegrasikan praktik bisnis yang etis dalam operasional mereka.

Dengan mengedepankan praktik bisnis yang etis, seperti operasi keuangan yang transparan, langkah-langkah antikorupsi dan kepatuhan yang kuat terhadap hukum lokal dan internasional, para pelaku bisnis dapat meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan publik.

Setyo menyampaikan bahwa hal tersebut dapat diimplementasikan dengan mendorong inovasi dalam mekanisme antikorupsi serta memanfaatkan teknologi dan analisis data untuk mendorong transparansi.

"Pelaku usaha juga dapat secara aktif mendukung akses dengan mengadvokasi sistem hukum yang adil dan memastikan hak-hak dan hukum ketenagakerjaan. Lebih jauh, pertumbuhan ekonomi yang inklusif dapat didorong melalui praktik yang adil dengan memberikan kesempatan bagi perempuan, kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas," imbuhnya.

Baca juga: Bappenas: Prinsip keberlanjutan, modalitas utama pembangunan nasional

Baca juga: Bappenas: Kesepakatan COP29 momentum luar biasa bagi negara berkembang

Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024