Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN Samarang memandang, penyuluhan mengenai sadar gizi pada ibu hamil untuk mencegah anak lahir stunting perlu dilakukan lebih lanjut, terutama melalui pemanfaatan pangan lokal di lingkungan sekitar.
Menurutnya, saat ini kesadaran tentang pola makan dan kandungan gizi para ibu masih kurang. Di daerah, umumnya para ibu merasa bahwa konsumsi pangan lokal ketinggalan zaman atau tidak keren dibandingkan pangan modern. Padahal, pangan lokal menyimpan potensi yang kaya sebagai sumber pemenuhan gizi seimbang.
“Mereka merasa kalau konsumsi makanan atau pangan lokal itu merasa udik atau secara tradisional itu tidak keren. Jadi mereka lebih suka yang beli makanan yang sudah jadi karena tampilannya cantik, tapi mereka tidak tahu kandungan gizi di dalamnya, apakah itu semuanya karbohidrat atau semuanya energi atau malah tidak ada serat, vitamin, dan sebagainya. Jadi, sadar gizi terhadap ibu itu sangat perlu,” kata Samarang dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Senin.
Pada tahun lalu, Samarang bersama beberapa peneliti lainnya menerbitkan buku menu gizi seimbang untuk ibu hamil berbasis pangan lokal dari etnis Pattae, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi barat. Buku ini disusun berdasarkan eksplorasi pangan di wilayah setempat yang selanjutnya diikuti dengan pemeriksaan kandungan gizi makro dan mikro.
Total sebanyak 35 bahan pangan yang diperiksa kandungan gizinya, termasuk enam sumber karbohidrat seperti sikapa atau gadung, ba’tan atau jerawut, dale pulu atau jagung pulut, kandura lorong ungu atau ubi jalar ungu, kandura lorong mabusa atau ubi jalar putih, dan upe’kaladi atau talas.
Baca juga: Peneliti BRIN kembangkan produk pangan lokal atasi stunting
Peneliti juga memeriksa kandungan gizi pada sembilan sumber protein hewani, empat sumber protein nabati, serta enam belas jenis sayuran yang mudah dijumpai masyarakat di Kabupaten Polewali Mandar. Selain itu, terdapat 33 jenis buah-buahan yang dikonsumsi sehari-hari masyarakat setempat. Seluruh sumber pangan tersebut dikombinasikan dan disusun sebagai menu gizi seimbang “kandeba” sesuai dengan kebutuhan kalori ibu hamil.
Menurut Samarang, hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sumber pangan lokal tersebut membangkitkan semangat masyarakat, khususnya warga Sulawesi Barat, dalam menjalankan program Marasa (Mandiri Cerdas Sehat) untuk mendukung program penanggulangan stunting. Hal ini juga mendorong minat masyarakat untuk mengolah sumber pangan tersebut menjadi produk baru.
“Kelompok ibu-ibu yang mengolah sikapa atau gadung, tadinya tidak melirik dan mereka malu jika mengonsumsi makanan tersebut karena itu adalah makanan yang dianggap hanya dimakan saat paceklik. Sekarang mereka sudah mengolah sikapa untuk dibuat sebagai camilan keripik,” katanya.
Ia menambahkan bahwa tabel komposisi pangan lokal (TKPL) yang dihasilkan dari 35 bahan pangan masyarakat Kabupaten Polewali Mandar, khususnya etnis Pattae, juga dapat melengkapi tabel komposisi pangan Indonesia (TKPI).
“Untuk menu yang kami susun itu sangat mudah diakses karena bahannya ada di lingkungan sekitar, apalagi kalau yang tinggal di pesisir atau di daerah itu sangat gampang. Beda dengan yang di kota, tapi di pasaran masih banyak dan masih bisa didapatkan,” kata dia.
Dia pun mendorong pemerintah kabupaten setempat untuk meningkatkan kebijakan pada program penanggulangan stunting dalam hal pemanfaatan bahan pangan lokal secara maksimal. Dengan demikian, upaya ini mendukung perbaikan pola konsumsi dan perilaku sadar gizi pada ibu hamil dalam rangka pengawalan 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
Terakhir, ia mendorong pemerintah desa untuk memfasilitasi media penyuluhan bagi kader-kader posyandu, mengadopsi menu gizi seimbang berbasis pangan lokal pada rencana kerja desa dalam rangka pemberian pemberian makanan tambahan kepada ibu hamil, serta mendukung penanggulangan stunting di daerah.
Baca juga: Menko Pangan minta kementerian terkait utamakan produksi susu lokal
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024