Menurut sumber Kemenperin pada Juni 2024, bahwa Indonesia sudah punya lima perusahaan bus listrik, enam perusahaan mobil listrik, dan 53 perusahaan kendaraan listrik roda dua dan tiga dengan total investasi Rp5,12 triliun
Jakarta (ANTARA) - Perekayasa Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi BRIN Eka R Priandana mengingatkan pentingnya kerja sama berbagai pihak yang meliputi pemerintah, industri, dan masyarakat dalam pembangunan ekosistem kendaraan listrik (EV) di Indonesia.

Dalam upaya tersebut, kata Eka dalam keterangannya di Jakarta Senin, pemerintah berkontribusi dengan memfasilitasi regulasi serta pendukung lainnya seperti infrastruktur.

"Itu meliputi pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum -SPKLU- dan Integrasi EV ke dalam transportasi publik. Pemerintah juga harus memberikan dukungan kelitbangan berupa pendanaan penelitian,” kata Eka.

Adapun peran industri pada inovasi teknologi sebagai regulator feedback. Inovasi tersebut pada baterai pack, serta desain SPKLU dan desain kendaraan Listrik. Eka menegaskan, industri juga harus meningkatkan produksi dalam negeri TKDN tinggi.

“Menurut sumber Kemenperin pada Juni 2024, bahwa Indonesia sudah punya lima perusahaan bus listrik, enam perusahaan mobil listrik, dan 53 perusahaan kendaraan listrik roda dua dan tiga dengan total investasi Rp5,12 triliun,” urainya.

Peneliti Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler (PR EPS) BRIN M. Indra Al Irsyad menjelaskan, pengembangan ekosistem kendaraan listrik diperlukan di Indonesia untuk mencapai target emisi nol bersih, industri hilir, penghematan bahan bakar, dan biaya.

Hal ini sejalan dengan tren global penjualan EV yang naik pada 2018-2023 sebesar 16 persen.

“Angka ini mendominasi pasar China dan Eropa,” ujarnya.

Indra mengingatkan, adopsi EV juga perlu ditunjang kebijakan yang saat ini mendukung seperti skema kendaraan Verhicular Emmission Scheme (VES) Singapura, atau kebijakan penyewaan baterai dan penggantian karbon khusus di Indonesia.

Sementara itu, Koodinator The Singapura APEC Study Center, ISEAS - Yusof Ishak Institute, Siwage Dharma Negara membicarakan soal program kendaraan listrik yang beberapa tahun terakhir gencar dilakukan banyak negara di ASEAN.

Ia menyebutkan, beberapa negara seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Vietnam sudah mengembangkan kendaraan listrik, baik itu diproduksi di dalam negeri maupun luar negeri.

“Program ini didorong untuk mengurangi emisi karbon, mempromosikan investasi, menciptakan lapangan kerja, memberikan insentif fiskal dan non fiskal,” ujar Siwage.

Siwage memandang industri EV di Indonesia menjadi pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara, baik itu kendaraan roda dua maupun roda empat.

Menurut data statistik perdagangan, industri tersebut memberikan kontribusi sebesar sembilan persen terhadap output manufaktur. Indonesia juga mengembangkan kerja sama di bidang manufaktur baterai dengan sejumlah produsen besar.

Hal ini diperkuat dengan regulasi, yaitu Peraturan Presiden Nomor: 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB/ Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai) untuk transportasi jalan.

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024