Kita melihat pembelian antibiotik di Indonesia meningkat dari Rp5-6 triliun per tahun menjadi Rp10 triliun. Banyak yang digunakan tanpa resep dokter, bahkan tersebar di lingkungan seperti sungai dan laut
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menggelar acara puncak Pekan Kesadaran Resistansi Antimikroba Sedunia (WAAW) 2024 bertema “Educate, Advocate, Act Now” guna menyadarkan publik tentang berbagai dampak resistensi antimikroba (AMR) serta mendorong perubahan perilaku guna mencegahnya.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, AMR menjadi ancaman nyata bagi kesehatan manusia, lingkungan, dan ekonomi.
Baca juga: Cegah resisten, Menkes imbau tak beli antibiotik tanpa resep dokter
Budi membagikan pengalamannya saat kunjungan kerja ke Kendari, di mana dia menyaksikan tingginya angka kematian akibat infeksi yang tidak lagi tak dapat diatasi oleh antibiotik.
“Kita melihat pembelian antibiotik di Indonesia meningkat dari Rp5-6 triliun per tahun menjadi Rp10 triliun. Banyak yang digunakan tanpa resep dokter, bahkan tersebar di lingkungan seperti sungai dan laut,” katanya.
Tidak hanya berdampak pada kesehatan, katanya, AMR juga merugikan sektor ekonomi dan lingkungan. Salah satu contohnya adalah penolakan produk laut Indonesia di pasar internasional karena kadar antibiotik yang tinggi.
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa resistansi antimikroba adalah ancaman yang harus segera ditangani melalui perubahan perilaku masyarakat, dan mengajak publik untuk lebih bijak dalam menggunakan antibiotik, seperti hanya menggunakannya sesuai resep dokter, menghindari pembelian bebas, dan tidak menggunakan antibiotik secara berlebihan pada hewan.
Baca juga: Kemenko PMK tekankan konsep One Health, cegah resistansi antimikroba
“Jika kita terus membiarkan penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol, di masa depan, obat-obatan ini tidak lagi efektif melawan infeksi. Mari bersama-sama mengedukasi masyarakat dan mendorong perilaku bijak dalam penggunaan antibiotik,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Azhar Jaya menyoroti pentingnya keterlibatan berbagai pihak dalam mengatasi resistansi antimikroba.
“Ini bukan hanya soal kesehatan individu, tetapi juga menyangkut keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan ekonomi kita. Upaya pengendalian resistansi antimikroba membutuhkan kolaborasi dari berbagai sektor, termasuk pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat,” kata Azhar.Dia menambahkan, perubahan perilaku masyarakat adalah fondasi untuk mencegah meluasnya resistansi antimikroba.
Dia berharap, momentum ini dapat mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam penggunaan antibiotik, melindungi lingkungan, dan memastikan kesehatan generasi mendatang.
Baca juga: BPOM dorong komitmen bersama aktif perangi resistansi antimikroba
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024