Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat terdapat sebanyak 290 kasus femisida berdasarkan pemantauan data sekunder berupa pantauan pemberitaan media daring pada periode 1 Oktober 2023 hingga 31 Oktober 2024.

Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menyampaikan, bahwa data tersebut belum ajek sehingga tidak bisa dikatakan menggambarkan seluruh kasus femisida yang terjadi di Indonesia. Meski begitu, data hasil pantauan pemberitaan dari media daring menjadi basis bahwa femisida atau feminisida memang terjadi.

“Data ini kami harapkan menjadi basis bahwa feminisida itu ada. Bahwa ada data yang diperlukan lebih detail untuk mengenali feminisida. Dan ini adalah upaya untuk mengangkat pengalaman perempuan atas kematiannya,” kata perempuan yang akrab disapa Ami itu dalam diskusi yang diselenggarakan secara daring di Jakarta, Selasa.

Ami menjelaskan, pihaknya mengumpulkan sebanyak 73.376 berita tentang kematian perempuan yang kemudian disaring kembali menjadi 32.225 berita berdasarkan identifikasi tahun, peristiwa, lokasi, dan gender korban. Dari 32.225 berita ini, Komnas Perempuan menganalisis berdasarkan indikator-indikator femisida hingga dikerucutkan menjadi 290 kasus femisida.

Dari 290 kasus femisida yang diidentifikasi, Provinsi Jawa Barat menempati urutan pertama di susul dengan Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta.

Namun, Ami mengingatkan bahwa data sebaran kasus femisida ini juga sangat bergantung pada jurnalis yang memberitakannya. Dengan kata lain, bukan berarti di provinsi-provinsi lainnya tidak terjadi penganiayaan atau pembunuhan terhadap perempuan.

“Ini juga menjadi ruang bagi kita untuk menelisik lebih jauh, selain konteks bahwa mungkin karena jurnalis tidak memberitakan atau misalnya media online itu terbatas di luar provinsi-provinsi ini, tapi juga untuk melihat mengapa kekerasan berbasis gender dan feminisida ini cukup tinggi di provinsi ini,” kata dia.

Lebih lanjut, data sekunder yang dianalisis Komnas Perempuan ini menghasilkan sejumlah temuan lain termasuk usia korban dan usia pelaku yang diinformasikan didominasi kelompok usia 19-59 tahun. Adapun bentuk femisida yang diidentifikasi kebanyakan merupakan femisida pasangan intim atau pembunuhan yang dilakukan oleh pasangan dalam hal ini suami.

Kemudian, tempat kejadian atau korban ditemukan kebanyakan merupakan tempat privat serta alat yang digunakan pelaku kebanyakan adalah benda tumpul. Motif femisida didominasi oleh emosi seperti cemburu dan sakit hati, serta penemuan-penemuan penting lainnya yang dapat dipelajari lebih lanjut.

Komnas Perempuan mendefinisikan femisida sebagai tindak pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa, dan kepuasan sadistik.

Komnas Perempuan mendefinisikan femisida sebagai tindak pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya, yang didorong superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, ketimpangan relasi kuasa, dan kepuasan sadistik.

Beberapa indikator femisida yang dijadikan rujukan bagi Komnas Perempuan dalam identifikasi kasus antara lain pembunuhan karena ada unsur kebencian atau kontrol atas perempuan, ada penghinaan terhadap tubuh dan seksualitas perempuan, dan pembunuhan dilakukan sebagai akibat dari eskalasi kekerasan (sebagai bentuk kekerasan paling ekstrem), baik seksual maupun fisik.

Indikator lainnya yaitu ada sejarah ancaman pembunuhan terhadap korban, terdapat ketidakseimbangan kekuasaan antara pelaku dan korban (baik usia, ekonomi, pendidikan, maupun status), serta perlakuan terhadap tubuh korban ditujukan untuk merendahkan martabat korban (mutilasi, pembuangan, ketelanjangan, dan lain-lain).

Ami mengatakan, pantauan kasus femisida melalui media daring dilakukan untuk melaksanakan rekomendasi umum Komite CEDAW Nomor 35 Tahun 2017. Untuk diketahui, Komite CEDAW memandatkan negara pihak untuk mengumpulkan serta menganalisa data-data statistik terkait dengan femisida. Data-data ini bisa memperkuat upaya atau kebijakan pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban.

Baca juga: Komnas Perempuan beri atensi pada kasus femisida

Baca juga: Komnas Perempuan dorong lembaga adat untuk kasus kekerasan seksual

Baca juga: Komnas Perempuan: Keadilan restoratif bukan untuk kekerasan seksual

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024