Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Zamroni Salim memaparkan sejumlah solusi guna mengatasi penurunan populasi masyarakat kelas menengah.
Dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, ia menyebutkan jumlah kelas menengah mengalami penurunan sebesar 18,8 persen dalam beberapa tahun terakhir, dari 57,33 juta menjadi 48,27 juta. Menurutnya, penurunan ini berdampak langsung pada daya beli, konsumsi domestik, dan stabilitas ekonomi nasional.
Salah satu penyebab utama penurunan kelas menengah adalah tekanan ekonomi yang semakin besar, termasuk kenaikan pajak dan biaya hidup.
“Kelas menengah menghadapi beban berat, seperti kenaikan tarif pajak penghasilan, tambahan pungutan seperti TAPERA, hingga cukai makanan dan minuman berpemanis. Hal ini mempersempit ruang gerak ekonomi mereka,” ungkapnya.
Baca juga: DBS: Dampak PPN 12 persen bagi ritel tergantung kelas menengah atas
Baca juga: Kenaikan PPN dan masa depan kelompok menengah
Selain itu, konsumsi domestik yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi ikut terdampak. Penurunan daya beli kelas menengah menghambat pertumbuhan sektor produksi, yang pada akhirnya membatasi penyerapan tenaga kerja.
“Kondisi ini menimbulkan efek domino pada sektor manufaktur dan jasa, yang bergantung pada stabilitas konsumsi kelas menengah,” ujar Zamroni.
Solusi untuk mengatasi penurunan ini, menurut dia, harus berfokus pada kebijakan yang mendukung kelas menengah, seperti pengurangan beban pajak dan insentif ekonomi.
Selain itu, dia menekankan pentingnya investasi berkualitas untuk menciptakan lapangan kerja baru di sektor-sektor yang strategis, seperti manufaktur dan teknologi.
“Investasi dengan efek pengganda tinggi, seperti pada sektor tekstil, makanan, dan industri berbasis teknologi, harus menjadi prioritas untuk memperkuat kelas menengah,” katanya.
Pemerintah juga didorong lebih proaktif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan.
“Peningkatan kualitas SDM akan membuka peluang bagi kelas menengah untuk kembali tumbuh dan berkontribusi secara signifikan terhadap perekonomian,” katanya.
Melalui kombinasi kebijakan yang mendukung kelas menengah dan peningkatan investasi berkualitas, dia optimistis bahwa Indonesia dapat mengembalikan stabilitas kelas menengah sebagai pilar utama pertumbuhan ekonomi.
"Kelas menengah adalah jantung ekonomi kita. Menjaga mereka tetap kuat berarti menjaga masa depan ekonomi Indonesia," ucapnya.*
Baca juga: Pemerintah matangkan data penerima bansos agar tepat sasaran
Baca juga: Bappenas: Pertumbuhan ekonomi sasar kelompok bawah
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024