Jakarta (ANTARA) - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mencabut darurat militer pada Rabu (4/12) pagi, usai mayoritas anggota parlemen sepakat untuk menolak pemerintahan militer dan mendesak Yoon untuk membatalkan status tersebut.

Menurut Presiden Yoon, dia mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) pukul 23.00 waktu setempat untuk menyelamatkan negara dari pihak-pihak yang mencoba melumpuhkan fungsi penting negara dan menghancurkan tatanan konstitusional demokrasi liberal.

Yoon juga meminta Majelis Nasional untuk segera menghentikan tindakan sembrono yang melumpuhkan fungsi negara melalui pemakzulan yang berulang, manipulasi legislatif, dan manipulasi anggaran.

Namun, ibarat pepatah yang mengatakan bahwa api yang dinyalakan sering kali membakar diri sendiri daripada orang lain, ketegangan di dalam negeri Korsel akibat percobaan penerapan darurat militer tidak lantas mereda begitu saja.

Berikut serangkaian perkembangan di Korea Selatan terkait pengumuman darurat militer oleh Presiden Yoon, berdasarkan rangkuman dari sejumlah laporan media.

Yoon ditetapkan sebagai tersangka

Presiden Yoon Suk Yeol dijatuhi larangan bepergian pada Senin (9/12) sambil menunggu penyelidikan atas pengkhianatan dan tuduhan lain yang terkait dengan penerapan darurat militer yang dia umumkan minggu lalu.

Larangan tersebut dikeluarkan oleh Kementerian Kehakiman tak lama setelah Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) mengatakan mereka telah mengajukan permintaan bagi penerbitan perintah tersebut.

Yoon telah ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan simultan yang dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, dan CIO atas pernyataan mendadak yang dia sampaikan tentang darurat militer pada Selasa lalu.

Penangkapan mantan menteri pertahanan

Kejaksaan pada Senin (9/12), meminta penerbitan surat perintah untuk penangkapan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun. Kim mengundurkan diri tak lama setelah status darurat militer dicabut.

Kim diduga mendalangi deklarasi darurat militer yang melarang semua kegiatan politik serta penyusupan oleh pasukan militer ke Majelis Nasional dan kantor Komisi Pemilihan Umum Nasional setelah Yoon mengumumkan status tersebut.

Kejaksaan meminta penerbitan surat perintah karena khawatir Kim, tersangka utama yang mengusulkan darurat militer kepada Yoon, mungkin akan mencoba melarikan diri atau merusak barang bukti mengingat dia sempat mengganti telepon genggamnya setelah pengumuman darurat militer.

Oposisi ajukan mosi baru untuk makzulkan Yoon

Oposisi utama, Partai Demokrat (DP), mengajukan mosi baru pemakzulan terhadap Yoon setelah sang presiden berupaya menerapkan status darurat militer.

Upaya baru tersebut muncul beberapa hari setelah Yoon terhindar dari pemakzulan setelah sebagian besar anggota parlemen partai yang berkuasa memboikot pemungutan suara.

Mosi kedua diperkirakan akan mencakup tuduhan bahwa Yoon secara langsung memerintahkan pasukan darurat militer untuk mengisolasi Majelis Nasional serta menangkap anggota parlemen. Tindakan itu bisa dianggap sebagai pemberontakan.

DP berencana melaporkan mosi kedua kepada Majelis pada Kamis (12/12) dan mengajukannya untuk diputuskan melalui pemungutan suara pada sesi pleno pada Sabtu (14/12).

Secara hukum, mosi pemakzulan harus diajukan ke mekanisme pemungutan suara antara 24 jam dan 72 jam setelah dilaporkan ke sesi pleno.

Mantan Menhan Korsel mencoba bunuh diri

Mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun mencoba bunuh diri di sebuah fasilitas penahanan di timur Seoul, tempat dia ditahan atas tuduhan pemberontakan dalam penyelidikan darurat militer, menurut pejabat pemasyarakatan pada Rabu.

Setelah gagal bunuh diri, Kim kini ditempatkan di sel perlindungan dan kondisinya dilaporkan stabil, kata Shin Yong-hae, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Korea.

Polisi gerebek kantor kepresidenan

Polisi pada Rabu menggerebek kantor kepresidenan untuk menyelidiki tuduhan bahwa Presiden Yoon melancarkan pemberontakan dengan memberlakukan darurat militer secara singkat pekan lalu.

Sebuah tim yang terdiri dari 18 penyelidik menggeledah kantor kepresidenan untuk mencari materi terkait keputusan darurat militer, kata Kantor Investigasi Nasional Badan Kepolisian Nasional (NPA).

Materi yang dicari, menurut NPA, termasuk catatan rapat Kabinet yang diadakan tak lama sebelum Yoon mengumumkan darurat militer pada 3 Desember.

Surat perintah penggeledahan mencantumkan Yoon sebagai tersangka, serta kantor presiden, ruang rapat Kabinet, dan Dinas Keamanan Presiden sebagai sasaran penggerebekan.


Baca juga: Kementerian Kehakiman Korsel larang Presiden bepergian ke luar negeri

Baca juga: Mantan Menhan Korsel mencoba bunuh diri di fasilitas penahanan


Partai oposisi Korsel ajukan mosi untuk makzulkan Presiden Yoon

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024