Maka berdasarkan hasil Rakornas ini, maka menteri dan kita semua akan mengambil kesimpulan untuk, pertama, menyelesaikan dan menutup open dumping
Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol meningatkan, permasalahan tempat pemrosesan akhir (TPA) yang dikelola secara pembuangan terbuka (open dumping) sudah terlalu lama berlarut dan dapat menjadi bom waktu jika tidak segera diselesaikan.
Padahal, Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sudah dengan tegas memandatkan agar TPA yang dikelola secara open dumping tidak dioperasikan lagi di Indonesia.
Baca juga: Menteri LH: Bank sampah akan mandiri jika menjadi ekonomi kerakyatan
“Akan tetapi, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, masih terdapat 306 provinsi/kabupaten/kota yang mengoperasikan TPA-nya secara open dumping. Permasalahan TPA ini sudah terlalu lama berlarut dan dapat menjadi bom waktu jika tidak segera diselesaikan,” kata Hanif dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Sampah Tahun 2024 bersama para kepala daerah di Jakarta, Kamis.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah daerah untuk dapat melakukan penataan TPA di daerahnya. Ini dapat dikelola dengan metode lahan urug saniter atau sekurang-kurangnya lahan urug terkendali dan hanya menerima residu saja. Hanif mengingatkan, TPA bukanlah tempat penimbunan sampah melainkan tempat pemorsesan akhir yang berarti hanya residu-residu saja yang boleh masuk ke TPA.
Pelarangan TPA open dumping sebenarnya telah diatur dalam UU No. 18 Tahun 2008, salah satunya pada Pasal 29 ayat (1) huruf f yang menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir.
“Pasal ini (Pasal 29 ayat (1) huruf f) mengakhiri sistem open dumping di tanah air. Pasal ini yang dimandatkan sejak 2008 dan kemudian wajib dilakukan 5 tahun paling tidak terakhirnya, sampai hari ini di lapangan masih kita dapatkan hampir di seluruh lokasi,” ujar Hanif.
Kemudian, Pasal 44 ayat (1) disebutkan bahwa pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama satu tahun terhitung sejak berlakunya UU tersebut.
Selanjutnya dalam Pasal 44 ayat (2), pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama lima tahun terhitung sejak berlakunya UU Pengelolaan Sampah.
Baca juga: DLH DKI Jakarta permudah warga jadi nasabah bank sampah
“Maka berdasarkan hasil Rakornas ini, maka menteri dan kita semua akan mengambil kesimpulan untuk, pertama, menyelesaikan dan menutup open dumping. Kemudian mengelola dengan sistem baru, dengan sistem sanitary landfill atau controlled landfill. Tapi sebaiknya kita lebih memilih pada sanitary landfill supaya kondisi lingkungan benar-benar kita jaga,” kata Hanif.
Ia mengingatkan, pengelolaan sampah tidak hanya menjadi isu lokal, melainkan juga isu global, yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum dapat diselesaikan. Berdasarkan data pada Global Waste Management Outlook 2024, masih terdapat 38 persen sampah global yang tidak terkelola dengan baik yang berkontribusi pada triple planetary crisis.
Jumlah timbulan sampah semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, ditambah dengan budaya masyarakat yang tidak ramah sampah. Ia menyebutkan, angka konversi dari sampah terus meningkat untuk setiap jumlah jiwanya. Saat ini angka konversi tersebut diperkirakan mencapai 1 kilogram sampah per satu jiwa.
Jika hal ini tidak diantisipasi dengan baik, imbuh Hanif, maka akan timbul permasalahan lingkungan yang diakibatkan dari sampah yang tidak terkelola seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, permasalahan kesehatan, dan bahkan mengakibatkan permasalahan global meliputi peningkatan gas rumah kaca (GRK) yang sangat signifikan.
“Seperti kita ketahui bersama bahwa gas metana yang dihasilkan dari landfill yang tidak terkelola dengan baik mempunyai daya rusak atmosfer dua puluh delapan kali lebih besar dari karbon dioksida. Oleh karenanya, upaya untuk mengurangi timbulan sampah yang ditimbun di TPA menjadi wajib untuk dilakukan oleh seluruh pemerintah daerah,” kata Hanif.
Baca juga: Menteri LH: Perlu 3 persen APBD untuk pengelolaan sampah yang baik
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024