Jakarta (ANTARA) - Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengoptimalkan potensi sumber daya terbarukan dari komoditas kelapa sawit guna mendukung transisi energi terbarukan makin nyata.

Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di Indonesia-Brazil Business Forum di Rio de Janeiro, Brasil, pada 17 November 2024 menegaskan bahwa Indonesia akan mengadopsi kebijakan mandatori biodiesel B50 pada tahun 2025. Langkah ini menandai percepatan dari kebijakan saat ini yaitu B35, menuju integrasi biofuel yang lebih tinggi dalam bauran energi nasional.

Sejak Februari 2023, Indonesia telah menerapkan kebijakan biodiesel B35, yang mencampurkan 35 persen biodiesel berbasis kelapa sawit dengan 65 persen bahan bakar diesel fosil.

Pemerintah berencana untuk memperkenalkan B40 pada 1 Januari 2025, sebagai tahap transisi menuju B50. Dengan B50, setengah dari bahan bakar diesel di Indonesia akan berasal dari biodiesel berbasis kelapa sawit.

Kebijakan ini tidak hanya bertujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tetapi juga menciptakan dampak ekonomi yang signifikan. Hal ini sejalan dengan Astacita program kedua dan kelima dari pemerintahan Prabowo-Gibran. Komitmen ini menekankan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri, keberlanjutan energi, dan transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sektor energi menyumbang 34 persen dari total emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia.

Melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) 2022, Indonesia menargetkan penurunan emisi GRK sebesar 31,89 persen dengan usaha sendiri atau 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Salah satu langkah strategisnya adalah meningkatkan kontribusi biofuel berbasis kelapa sawit.

Copyright © ANTARA 2024