Jakarta (ANTARA) - Pasca runtuhnya rezim Bashar Al-Assad pada 8 Desember 2024 yang lalu, ada satu hal yang unik terjadi pada bendera Suriah. Bendera negara itu memiliki penampilan baru dengan satu bintang tambahan di tengahnya dan menjadi bintang ketiga di bendera ini.

Informasi ini awalnya didapati dari berubahnya foto profil di sosial media kedutaan Suriah di beberapa negara. Pada awalnya bendera Suriah memiliki warna garis merah, putih, hitam, dan dua bintang hijau di tengahnya.

Namun pasca penggulingan rezim diktator yang dilakukan kelompok pemberontak pada 8 Desember yang lalu, tampilan bendera Suriah mengalami sedikit perubahan menjadi garis hijau, putih, hitam, dan simbol tiga bintang merah di tengahnya.

Baca juga: Arab Saudi dan Inggris serukan internasional dukung pemulihan Suriah

Arti bendera baru tersebut

Tiga bintang merah yang ada di tengah bendera Suriah saat ini merupakan simbol yang digunakan oleh aktivis oposisi anti-Assad dan pasukan pemberontak dalam misinya untuk menggulingkan rezim dinasti Assad yang sudah berkuasa selama lebih dari lima dekade.

Seperti yang telah diketahui pemerintahan Bashar Al-Assad di Suriah akhirnya runtuh setelah kelompok pemberontak berhasil merebut kota Damaskus.

Hal ini menandai berakhirnya kekuasaan keluarga al-Assad yang telah memerintah Suriah sejak tahun 1971, yang diawali dengan pengambilalihan kekuasaan oleh Hafez al-Assad, ayah dari Bashar Al-Assad.

Baca juga: NIIS/ISIS ancam perminyakan di Libya

Setelah hal itu terjadi, para kelompok pemberontak dan rakyat Suriah yang selama ini dipimpin oleh rezim diktator akhirnya terbebas dan menganggap ini adalah suatu kemerdekaan dan kebebasan bagi mereka. Rasa tersebut digambarkan melalui simbol bintang ketiga atau tiga bintang merah yang ada dalam bendera terbaru.

Di sisi lain, tiga warna persegi panjang berwarna hijau, putih, dan hitam di bendera tersebut melambangkan kekhalifahan Islam yang dahulu pernah berkuasa di Suriah, yakni Dinasti Rasyidin, Umayyah, dan Abbasiyah.

Terbebasnya Suriah dari rezim diktator

Banyak analis mengecap rezim Assad sebagai kediktatoran. Assad memerintah Suriah sebagai negara totaliter, dengan mengandalkan aparat keamanan dan propaganda yang masif. Rezimnya sering kali dieksploitasi ketegangan sektarian untuk mempertahankan kekuasaan.

Pada tahun 2011, ketika gelombang Arab Spring melanda Timur Tengah, demonstrasi anti-pemerintah di Suriah berubah menjadi konflik bersenjata setelah tindakan keras aparat keamanan.

Baca juga: Suriah siapkan serangan akhiri pemberontak di timur Damaskus

Perang saudara yang berkepanjangan mengakibatkan lebih dari 580.000 orang tewas, dengan mayoritas korban adalah warga sipil. Rezim Assad dituduh melakukan berbagai kejahatan perang, termasuk penggunaan senjata kimia dalam beberapa serangan mematikan, seperti serangan gas sarin di Ghouta pada tahun 2013.

Setelah bertahun-tahun bertahan dari berbagai tekanan internasional dan konflik internal, rezim Assad akhirnya runtuh pada Desember 2024. Serangan besar-besaran oleh oposisi Suriah, yang dipimpin oleh koalisi kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dan didukung oleh Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki, berhasil merebut kota Damaskus pada 8 Desember 2024. Assad dan keluarganya kemudian melarikan diri ke Rusia, di mana ia diberikan suaka politik oleh pemerintah Moskow.

Masyarakat Suriah saat ini dipimpin oleh kelompok oposisi dan menganggap negaranya telah terbebas dari pelukan kediktatoran serta konflik berkepanjangan yang terjadi di negaranya selama dipimpin oleh rezim dinasti al-Assad.

Baca juga: Diduga dukung ISIS, pria ditangkap di Sorong

Baca juga: Cameron tawari Prancis pangkalan udara di Siprus

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2024