Jakarta (ANTARA) - Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan) merupakan program asuransi kesehatan sosial di Indonesia yang bertujuan untuk memberikan akses layanan kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat.

Diluncurkan pada 1 Januari 2014, program ini dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang merupakan transformasi dari PT Askes Indonesia.

BPJS Kesehatan beroperasi berdasarkan prinsip Gotong Royong, di mana iuran peserta yang mampu secara finansial membantu pembiayaan pelayanan kesehatan bagi peserta yang kurang mampu.

Program ini mencakup berbagai layanan kesehatan, mulai dari pemeriksaan dasar di fasilitas Kesehatan (Faskes) Tingkat I hingga layanan Faskes Tingkat Lanjutan.

Peserta BPJS Kesehatan terdiri dari beberapa segmen termasuk Penerima Bantuan Iuran yang ditanggung oleh pemerintah, Pekerja Penerima Upah, Pekerja Mandiri, hingga Nonpekerja. Sebagai sistem jaminan kesehatan terbesar berdasarkan jumlah peserta, BPJS Kesehatan memiliki tantangan finansial dan sustainability finansial, yang semakin relevan untuk dicermati mengingat kondisi yang terjadi pada kuartal II tahun 2024.

Dengan kondisi yang terjadi pada kuartal II tahun 2024, pendapatan iuran JKN tercatat sebesar Rp80,68 triliun atau 50,3 persen dari target tahunan, sementara beban jaminan mencapai Rp87,08 triliun, menyebabkan rasio klaim melonjak hingga 107,93 persen.

Peningkatan beban ini dipicu oleh tingginya utilisasi layanan kesehatan, khususnya pada Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL) dan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL), yang menyerap sebagian besar anggaran.

Selain itu, masih terdapat 56,4 juta peserta nonaktif, dengan sebagian besar dari segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) Mandiri akibat tunggakan iuran, sehingga mempengaruhi arus pendapatan BPJS Kesehatan. Ketahanan dana hanya mampu membiayai 3,82 bulan (DJSN, 2024).

Tantangan finansial yang akan dihadapi Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan) terutama disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pendapatan iuran dan beban jaminan kesehatan yang terus meningkat.

Dari perspektif akuntansi, tantangan finansial yang dihadapi JKN/BPJS Kesehatan muncul akibat ketidakseimbangan antara pendapatan iuran dan beban klaim yang terus meningkat, yang tercermin dalam rasio klaim sebesar 107,93 persen pada kuartal II tahun 2024 (DJSN, 2024).

Pendapatan iuran dan beban klaim yang terus meningkat mencerminkan dua aspek utama dalam laporan keuangan BPJS Kesehatan, yaitu arus pendapatan dan arus pengeluaran yang harus dicatat secara akurat dan transparan.

Pendapatan iuran, yang berasal dari pembayaran peserta JKN, diakui sebagai sumber utama dalam mendanai program dan dicatat sebagai pendapatan operasional. Peningkatan pendapatan ini menunjukkan pertumbuhan cakupan peserta aktif atau kebijakan penyesuaian tarif iuran.

Di sisi lain, beban klaim, yang mencakup pembayaran atas layanan kesehatan yang diklaim oleh peserta, dicatat sebagai liabilitas jangka pendek yang harus segera diselesaikan. Ketidakseimbangan ini menimbulkan resiko terhadap sustainability arus kas dan penurunan aset neto, yang kini hanya mampu membiayai program selama 3,82 bulan ke depan. Dalam konteks akuntansi, BPJS Kesehatan perlu melakukan pengelolaan keuangan yang lebih ketat melalui optimalisasi pendapatan dan efisiensi biaya.

Potensi tantangan finansial yang dihadapi BPJS Kesehatan pada tahun 2025 berdampak pada dokter, tenaga medis, dan rumah sakit di Indonesia. Ketidakseimbangan antara biaya pelayanan dan pendapatan iuran, termasuk alokasi dana untuk insentif, gaji, serta fasilitas pendukung tenaga medis, beresiko mengganggu pembayaran rumah sakit.

Kondisi ini dapat menurunkan motivasi kerja, menambah beban kerja, dan mempengaruhi kualitas layanan kesehatan di rumah sakit. Selain itu, keterbatasan dana berpotensi memperlambat peningkatan kapasitas dan pelatihan tenaga medis, termasuk peningkatan kualitas layanan rumah sakit, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan mutu pelayanan kesehatan.

Untuk mengatasi potensi tantangan finansial yang dihadapi JKN/BPJS Kesehatan, diperlukan pendekatan strategis dari sisi akuntansi dan teknologi blockchain.

Dari sisi akuntansi, BPJS Kesehatan perlu menerapkan sistem akuntansi berbasis accrual dengan proyeksi kewajiban dan aset yang lebih akurat, menggunakan pendekatan aktuaria guna memastikan kemampuan pendanaan jangka panjang dan mengukur resiko pendanaan.

Hal ini akan memastikan transparansi dalam pengakuan pendapatan iuran serta biaya jaminan kesehatan, sehingga pengelolaan arus kas menjadi lebih terkontrol dan efisien.

Selain itu, optimalisasi pendapatan investasi perlu diperkuat dengan diversifikasi portofolio ke instrumen keuangan yang stabil, seperti surat utang negara atau instrumen pasar uang beresiko rendah, yang dapat memberikan pendapatan tambahan untuk menyeimbangkan beban biaya jaminan yang meningkat.

Sementara itu, teknologi blockchain dapat menjadi solusi inovatif untuk meningkatkan transparansi, akurasi, dan keamanan dalam pengelolaan data kepesertaan dan klaim. Dengan menginvestasikan serta menerapkan blockchain, proses verifikasi dan pemutakhiran data peserta, terutama untuk segmen PBPU Mandiri, dapat dilakukan secara lebih real-time dan terintegrasi, sehingga meminimalisir kesalahan data dan mencegah peningkatan jumlah peserta nonaktif.

Selain itu, blockchain dapat digunakan dalam manajemen klaim untuk memastikan setiap transaksi klaim tervalidasi dengan cepat dan akurat, mengurangi potensi kecurangan (fraud), serta menekan biaya operasional.

Dengan kombinasi pendekatan akuntansi yang ketat dan teknologi blockchain, BPJS Kesehatan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan keuangan, memastikan sustainability program JKN, serta menjaga keseimbangan antara peningkatan layanan kesehatan dan ketahanan dana jangka panjang.

Tantangan finansial Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan) ini diharapkan tidak terjadi, sehingga kesejahteraan dokter, tenaga medis dan kualitas mutu pelayanan rumah sakit tetap terjaga.

Dengan demikian, masyarakat dapat hidup sehat dengan adanya Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan) yang memiliki kondisi keuangan yang kuat dan stabil.

*) Muhammad Ichsan Siregar, S.E., M.S.Ak., CSRS., CSP., CSRA., Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya, Mahasiswa Doktor Ilmu Akuntansi, Universitas Airlangga

Copyright © ANTARA 2024