"Apa yang akan dicapai dari pembentukan lembaga baru ini, apakah untuk tujuan demokrasi, efektivitas atau efisiensi," kata Arbi Sanit.
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari FISIP Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit meragukan efektivitas tugas dan kinerja Unit Kerja Presiden bagi Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R), seperti halnya Timtas Tipikor yang kinerjanya kurang optimal. "Sudah terlalu banyak lembaga di negeri ini. Seolah negeri ini sudah menjadi gudang institusi," katanya dalam dialektika demokrasi di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Arbi menilai, pembentukan lembaga tersebut tampaknya merupakan reaksi atas penilaian buruk publik atas kinerja pemerintah mengatasi keadaan. Reaksi pemerintah dalam menanggapi kekecewaan publik adalah dengan membentuk lembaga baru. Padahal, untuk mengatasi keadaan, bisa saja mengoptimalkan kinerja lembaga yang telah ada. "Apa yang akan dicapai dari pembentukan lembaga baru ini, apakah untuk tujuan demokrasi, efektivitas atau efisiensi," katanya. Tujuan demokratisasi tidak akan bisa dicapai dengan pembentukan lembaga baru. Efisiensi dan efektivitas juga belum tentu akan tercapai karena pembentukan lembaga baru justru akan menambah biaya. Timtas Tipikor kurang berhasil dan rawan benturan dengan kementerian, sambungnya. Dikhawatirkan nantinya lembaga ini hanya akan menimbulkan persoalan baru dengan lembaga lain. "Tidak jelas siapa lebih tinggi atau lebih rendah dengan lembaga ini. Antar lembaga bisa saling `potong` kewenangan," katanya. Ketua Pansus RUU tentang Penasihat Presiden DPR RI Agun Gunanjar menilai, berdasarkan Pasal 17 UUD 1945, presiden dibantu menteri-menteri. Presiden juga berhak membentuk penasihat, komisi nasional dan dewan tertentu. Namun pembentukan UKP3R kurang tepat karena DPR belum mengesahkan RUU tersebut. Diperkirakan RUU itu disahkan DPR pada Desember 2006 dan diundangkan menjadi UU pada Januari 2007. "Tugas dan kewenangan UKP3R akan `overlaping` (tumpang tindih) dengan menteri-menteri yang ada," kata Agun. Namun Agun juga tidak hanya menilai negatif terbentuknya UKP3R. "Pembentukan lembaga ini bisa saja merupakan wujud kepandaian SBY terkait diundangkannya UU tentang Penasihat Presiden," katanya. Jika RUU itu telah disahkan DPR. maka semua lembaga yang dibentuk Presiden dalam bentuk komisi nasional, dewan penasihat dan lembaga-lembaga bentukan Presiden harus dibubarkan. Yang ada hanya lembaga yang dibentuk Presiden berdasarkan UU tersebut. "Mungkin pembentukan UK3R ini adalah cikal bakal terbentuknya dewan penasihat sesuai UU," katanya. Sementara itu, Sekretaris Pimpinan Kolektif Nasional (PKN) Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Didi Supriyanto mengatakan dengan pembentukan UKP3R, Golkar atau siapapun tidak perlu emosi dan berpikir negatif. Lembaga itu bagian dari penasehat presiden dan tidak bisa melakukan eksekusi karena hanya memberi saran untuk dilaksanakan presiden, sehingga tidak mengganggu yang lain. "Pembentukan UKP3R tidak tumpang tindih karena Marsilam Cs hanya sebatas memberi masukan kepada Presiden mengenai percepatan reformasi. Kita minta UKP3R ini setelah bekerja sebulan sekali secara transparan melaporkan masukan-masukan apa yang telah disampaikan kepada Yudhoyono sehingga masyarakat bisa mengawasi sejauh mana Presiden melaksanakan masukan-masukan tersebut," kata mantan anggota DPR RI ini. Dia menyatakan, tidak pada tempatnya kader Golkar seperti kebakaran jenggot bila Jusuf Kalla mengatakan tidak dilibatkan dalam pembentukan UKP3R sebab yang mengeluarkan segala keputusan adalah Presiden bukan Wapres. "Yang ada itu Keppres bukan Kepwappres. Jadi jangan seperti kebakaran jenggot begitu," katanya saat Pengobatan Gratis PDP yang dipimpin Susilo di Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006