Jakarta (ANTARA News) - Neurolog Dr. dr. Andradi Suryamiharja mengatakan nyeri setelah seseorang menderita cacar api (herpes zoster) tidak bisa hilang sepenuhnya.

"Nyeri pasca-herpes zoster (cacar api), tidak bisa hilang 100 persen. 50 persen pasien yang sudah sembuh memerlukan pengobatan terus menerus sampai timbul efek samping," kata dr. Andradi dalam seminar media di Jakarta, Selasa.

Kemudian, lanjut dia, obat maupun pengobatan yang kini ada pun ternyata tidak dapat membantu penderita cacar api menghilangkan 100 persen nyerinya.

Kendati begitu, dr. Andradi, menyebutkan, sejumlah obat yang dapat membantu meringankan nyeri pasca cacar api yakni antidepresan (amitriptilin, nortriptilin), antikonvulsan, opioid, tramadol dan lokal. Obat-obat ini, menurut dr. Andradi, harus diminum terus menerus hingga menimbulkan efek samping.

Oleh karena itu, menurut dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, KGer., dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pencegahan merupakan cara paling efektif menghindari dampak negatif yang disebabkan cacar api dan nyeri pasca-cacar api.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan ialah dengan memberikan vaksin cacar api khususnya pada lansia untuk mengurangi risiko timbulnya cacar api.

Dia menambahkan, bila sudah terlanjur menderita cacar api, maka penderita sebaiknya ditangani dengan terapi anti-virus. Terapi ini dapat mengatasai gejala pada kebanyakan pasien jika diberikan sejak dini, saat gejala awal muncul, yakni timbulnya rasa gatal, kesemutan dan sensasi terbakar pada kulit.

"Selain itu, terapi juga dapat menekan keparahan pada kejadian cacar api dan mengurangi risiko komplikasi," kata dr. Edy.

Herpes Zoster atau dikenal dengan sebutan cacar api/ular atau shingles dapat menyerang semua orang dari semua kelompok usia, terutama saat ia mengalami penurunan imunitas.

Penyakit ini disebabkan virus varicella-zoster yang aktif kembali, virus yang juga menyebabkan cacar air. Jika seseorang pernah mengalami cacar air, dia juga berisiko mengalami cacar api di kemudian hari.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014