Jakarta (ANTARA) - Kebijakan opsen pajak daerah akan dijalankan secara nasional mulai 5 Januari 2025 .

Implementasi kebijakan ini merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).

Melalui UU tersebut, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk memungut pajak dan retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan daerah yang baru, penyederhanaan jenis retribusi, dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Semangat restrukturisasi pajak di daerah ini dilakukan melalui reklasifikasi lima jenis pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis pajak, yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Restrukturisasi pajak tersebut bertujuan untuk menyelaraskan Objek Pajak antara pajak pusat dan pajak daerah sehingga menghindari adanya duplikasi pemungutan pajak.

Di samping itu, restrukturisasi juga dimaksudkan untuk menyederhanakan administrasi perpajakan sehingga manfaat yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pemungutan, memudahkan pemantauan pemungutan pajak terintegrasi oleh daerah, dan mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sekaligus mendukung kemudahan berusaha dengan adanya simplifikasi administrasi perpajakan.

Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan Opsen (pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu) Pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).

Untuk opsen atas PKB dan BBNKB merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Hal tersebut dapat meningkatkan kemandirian daerah tanpa menambah beban Wajib Pajak, karena penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai PAD, dan sesuai Pasal 191 (ayat 1) UU HKPD, pemberlakukan Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB mulai berlaku tiga tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya Undang-Undang ini atau tanggal 5 Januari 2025.

Meningkatkan PAD

Opsen Pajak Daerah merupakan perluasan basis pajak daerah yang diatur dalam UU HKPD yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan sinergi antar-level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.

Dengan adanya sinergi pemungutan dan pengawasan, yaitu melalui peningkatan peran kabupaten/kota dalam pemungutan PKB dan BBNKB serta peran provinsi dalam pemungutan Pajak MBLB, Pemda dapat semakin terdorong untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan daerah untuk peningkatan PAD-nya.

Sebagai contoh, berdasarkan data PT Jasa Raharja tahun 2023, potensi kendaraan bermotor yang membayar PKB sebesar 110.871.255, sementara rata-rata tingkat kepatuhan pembayaran PKB sekitar 52% sampai dengan September 2023.

Melalui intensifikasi dan ekstensifikasi kebijakan Opsen PKB, Pemda (Provinsi dan atau kabupaten/kota) diharapkan dapat bersinergi baik untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran PKB yang masih outstanding maupun untuk optimalisasi penerimaan PKB dan Opsen PKB-nya sendiri.

Hal ini juga akan memberikan kepastian atas penerimaan Pajak dan memberikan keleluasaan belanja atas penerimaan tersebut pada tiap-tiap level pemerintahan dibandingkan dengan skema bagi hasil.

Cost Sharing dan Tarif Opsen Pajak Daerah

Cost sharing opsen dapat diambil dari Dana Opsen Pajak Daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 113 ayat (1) PP 35/2023 bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk sinergi antara Pemerintah Daerah di provinsi dan kabupaten/kota maka implementasi kebijakan yang berdampak pada Pemungutan PKB, Opsen PKB, BBNKB, dan Opsen BBNKB, akan diatur dalam Peraturan Kepala Daerah (Perkada) Provinsi di wilayah Kabupaten/Kota tersebut berada dengan tetap mempertimbangkan pemenuhan belanja wajib terkait penerimaan pajak yang telah ditentukan penggunaannya sebagaimana ketentuan UU HKPD.

Untuk memberikan kepastian hukum atas penerapan Opsen Pajak Daerah, sesuai dengan Pasal 83 UU HKPD, tarif Opsen Pajak Daerah adalah fix (tetap), sebagai berikut: Opsen PKB sebesar 66%, Opsen BBNKB sebesar 66%; dan Opsen Pajak MBLB sebesar 25%. Seluruh tarif yang dikenakan dihitung dari besaran Pajak terutang. Selain itu penerapan tarif tetap ini guna menjaga governance atas pengenaan pungutan tambahan Pajak yang berkeadilan.

Tentunya pemberlakuan Opsen Pajak Daerah akan memberikan manfaat Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota khususnya Opsen PKB dan Opsen BBNKB yang merupakan perluasan basis pajak untuk menggantikan bagi hasil PKB dan BBNKB dari Pemerintah Provinsi ke Pemerintah Kabupaten/Kota.

Selanjutnya hal tersebut akan menjadi split payment langsung ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi dan RKUD Kabupaten/Kota. RKUD adalah rekening resmi yang digunakan untuk menyimpan uang daerah dan melakukan pembayaran pengeluaran daerah.

RKUD juga digunakan sebagai rekening tujuan penyaluran dana transfer ke daerah, pajak rokok, pinjaman, serta subsidi bunga pinjaman.

Salah satu tujuan dari sistem ini adalah mempercepat penerimaan bagian kabupaten/kota atas PKB dan BBNKB yang selama ini dalam bentuk bagi hasil dari provinsi secara periodik (bergantung pada provinsi masing-masing).

Selain itu, kebijakan opsen PKB juga ditujukan untuk memperbaiki postur APBD kabupaten/kota dengan mencatat opsen PKB dan Opsen BBNKB menjadi PAD. Sementara manfaat dari opsen Pajak MBLB adalah adanya peningkatan peran serta pemerintah provinsi baik dalam pemungutan maupun pengawasan Pajak MBLB.

Tantangan yang perlu dicermati dan tindakan penyelesaiannya

Dalam rangka implementasi pemungutan Opsen PKB dan Opsen BBNKB mulai 5 Januari 2025 (sesuai ketentuan peralihan UU HKPD) baik Pusat maupun Daerah perlu bersinergi dalam penyiapannya.

Adapun beberapa hal yang perlu dicermati oleh Pemda adalah melakukan penguatan payung hukum antara lain dengan penyiapan Perda PDRD dan Penyiapan Perkada mengenai tata cara pemungutan dan sinergi Opsen.

Pemda juga perlu memperhatikan koordinasi penyiapan pelaksanaan dengan pihak terkait antara lain meliputi koordinasi antara Provinsi dan Kabupaten/Kota, termasuk untuk kesepakatan sinergi, koordinasi dengan Kepolisian (Samsat), serta koordinasi dengan perbankan untuk menyiapkan sistem penyetoran dan split payment.

Selain itu, melakukan penyiapan dan peningkatan kualitas administrasi yang meliputi penyiapan kelembagaan/organisasi, peningkatan kapasitas SDM, terkait pendataan dan pelaksanaan proses bisnis lainnya, melakukan digitalisasi sistem dan pembangunan interkoneksi data, menyiapkan juknis, alur proses bisnis/SOP (pendataan, pemungutan, pencatatan, penagihan, restitusi, rekonsiliasi, serta piloting/simulasi sistem dan prosedur.

Kemudian, membangun komunikasi publik yang baik antara lain terkait penyiapan strategi komunikasi publik, agenda sosialisasi kebijakan dan prosedur Opsen yang perlu dilakukan, serta penyiapan literasi kepada masyarakat.

Opsen atas PKB dan BBNKB sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Hal tersebut dapat meningkatkan kemandirian Daerah tanpa menambah beban Wajib Pajak, karena penerimaan perpajakan akan dicatat sebagai PAD, serta memberikan kepastian atas penerimaan Pajak dan memberikan keleluasaan belanja atas penerimaan tersebut pada tiap-tiap level pemerintahan dibandingkan dengan skema bagi hasil.

Sementara itu, penambahan Opsen Pajak MBLB untuk provinsi sebagai sumber penerimaan baru diharapkan dapat memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di Daerah.

Hal ini akan mendukung pengelolaan Keuangan Daerah yang lebih berkualitas karena perencanaan, penganggaran, dan realisasi APBD akan lebih baik.

Opsen Pajak juga mendorong peran Daerah untuk melakukan ekstensifikasi perpajakan Daerah baik itu bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota.

*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi

Copyright © ANTARA 2025