Yogyakarta (ANTARA News) - Aktivitas vulkanik Gunung Merapi (2.965 mdpl) di perbatasan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah dari hari ke hari terus menurun, tetapi status aktivitasnya masih dalam tingkatan 'waspada'. Panut, petugas Pos Pengamatan Gunung Merapi di Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY ketika dihubungi ANTARA, Senin, menyebutkan terus menurunnya aktivitas gunung ini ditandai dengan makin sedikitnya guguran lava pijar dan gempa fase banyak (multiphase/MP). Pada 5 November lalu dari pukul 00.00 hingga 06.00 WIB guguran lava pijar terjadi hanya 61 kali, dan MP 31 kali. Jarak luncur guguran lava pijar dari puncak ke arah lereng selatan rata-rata pendek, hanya beberapa ratus meter. Kemudian pada 6 November dari pukul 00.00 sampai 06.00 WIB hanya terjadi 10 kali guguran lava pijar, dan MP tujuh kali. Menurut dia, aktivitas lain nihil, dan ia memperkirakan dalam beberapa pekan ke depan tidak ada lagi guguran lava pijar. Namun, ia mengingatkan musim hujan mendatang biasanya mempengaruhi aktivitas Merapi, terutama ancaman longsor kubah lava di kawasan puncak akibat guyuran hujan, dan longsornya kubah lava dalam volume besar bisa menimbulkan awan panas. Merapi yang termasuk gunung api paling aktif di dunia itu, sejak April 2006 hingga Juli lalu aktivitas vulkaniknya meningkat dengan masa erupsi cukup lama. Masa erupsi ini sempat menimbulkan bencana awan panas yang memporak-porandakan kawasan selatan kaki gunung tersebut. Kawasan wisata dan bumi perkemahan Kaliadem di selatan Merapi yang hanya berjarak sekitar enam kilometer dari puncak gunung, diterjang awan panas, dan kini dipenuhi endapan material vulkanik berupa pasir dan batu. Sementara itu, Badan Kerjasama Internasional Jepang (JICA) mengingatkan kemungkinan terjadi banjir lahar dingin di kaki Merapi saat memasuki musim hujan yang diramalkan tidak akan lama lagi. "Hasil penelitian JICA menunjukkan semua material yang ada di hulu Kali Gendol mudah sekali terbawa aliran air jika turun hujan nanti," kata pimpinan delegasi JICA, Kato Keichi, ketika bertemu Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, di Kepatihan Yogyakarta, Oktober lalu. Ia mengatakan secara umum di wilayah lereng Merapi saat ini erosi permukaan sangat mudah terjadi akibat guyuran hujan, dan berpotensi menimbulkan banjir lahar dingin. "Karena itu perlu peringatan dini bagi masyarakat yang berada di hilir kali tersebut, termasuk wisatawan serta para pekerja di sungai. Mereka perlu memasang sensor kawat untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi banjir lahar dingin pada malam hari," kata Keichi. Menurut dia, sejak 1985 JICA telah menyelesaikan pembangunan 184 dam, baik di sepanjang Kali Opak, Gendol maupun Kali Boyong yang saat ini sudah dipenuhi endapan material Gunung Merapi. "Untuk menampung material itu, JICA sedang menyelesaikan pembangunan enam dam lagi di tiga titik di Kali Gendol dan tiga titik di Kali Opak guna menghambat aliran material dari lereng Merapi," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006