Semarang (ANTARA News) - Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Tengah menilai perlu ada moratorium atau penundaan pembangunan hotel baru di Semarang karena sudah tidak seimbangnya antara permintaan dan penawaran.

"Kalau misalnya dalam tahun ini berdiri 6-7 hotel baru dengan rata-rata 150 kamar, maka akan ada sekitar 1.000 kamar baru, artinya ada pertumbuhan penawaran sekitar 20 persen," jelas Ketua PHRI Jateng Heru Isnawan di Semarang, Jumat.

Menurutnya, kondisi tersebut tidak seimbang dengan pertumbuhan permintaan yang tidak sampai 10 persen, bahkan hanya di kisaran 8-9 persen.

"Kalau kondisinya demikian maka sektor usaha ini sudah tidak kondusif lagi, kami khawatir kalau sektor bisnis perhotelan sampai kolaps maka tidak hanya akan memengaruhi citra perusahaan itu saja tetapi juga citra kota," jelasnya.

Oleh karena itu, moratorium perlu dilakukan tetapi sifatnya lebih fleksibel dan melihat kondisi pada saat itu. Heru mengatakan, jika suatu saat pertumbuhan permintaan meningkat signifikan maka pembangunan hotel-hotel baru bisa diadakan kembali.

Heru berharap Jawa Tengah terutama Semarang mengikuti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berani memberlakukan moratorium khusus untuk sektor perhotelan.

"Jogja saja berani memutuskan ini padahal kalau dilihat dari potensinya lebih besar di kota tersebut daripada potensi di Semarang," jelasnya.

Menurutnya, dengan pemberlakuan moratorium tersebut akan ada keseimbangan antara investasi dengan kenyamanan masyarakat yang tinggal di kota tersebut.

Sementara itu, Heru mengkhawatirkan menjamurnya jumlah hotel di Semarang justru bukan lagi mengarah ke sektor industri jasa melainkan usaha properti.

"Keberadaan hotel ini justru diperjual belikan, jika dalam waktu operasional 1-2 tahun hotel tersebut memiliki okupansi yang bagus langsung ditawarkan ke pihak lagi. Kondisi ini yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah," jelasnya.

Pewarta: Aris Wasita Widiastuti
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014