Jakarta (ANTARA) - Perpajakan memainkan peran vital dalam mendukung pembangunan nasional. Namun, hubungan antara kebijakan perpajakan dan perilaku pelaku usaha sering kali dipengaruhi oleh persepsi, tingkat kepatuhan, dan efektivitas kebijakan.

Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunjukkan bahwa pada tahun 2021, tingkat kepatuhan formal wajib pajak badan hanya sekitar 70%. Banyak pelaku usaha yang memilih untuk tidak melaporkan seluruh pendapatan mereka karena merasa bahwa sistem pajak tidak memberikan manfaat langsung.

Ironi tersebut menjadi tantangan besar mengingat pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik.

Saat ini di Indonesia, tantangan utama dalam sistem perpajakan adalah meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memperkuat hubungan antara pemerintah dan pelaku usaha. Banyak pelaku usaha, terutama UMKM, sering merasa terbebani oleh pajak, yang dapat memengaruhi perilaku mereka dalam menjalankan bisnis.

Untuk itu kebijakan perpajakan diharapkan mampu menjembatani terwujudnya perilaku pelaku usaha yang kooperatif terhadap amanah regulasi yang harus dilaksanakan oleh wajib pajak dalam melaksanakan kebijakan perpajakan yang mencakup kepatuhan terhadap regulasi, transparansi dalam pelaporan keuangan, dan partisipasi aktif dalam mendukung ekonomi nasional.

Oleh karena itu, diperlukan strategi kebijakan perpajakan yang tidak hanya berorientasi pada penerimaan negara, tetapi juga mampu membangun hubungan positif dengan pelaku usaha.

Data Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan, tingkat kepatuhan formal wajib pajak di Indonesia masih di bawah target, yaitu sekitar 80% pada tahun 2022. Penyebab ketidakpatuhan tersebut antara lain meliputi: kompleksitas sistem perpajakan, ketidakpahaman pelaku usaha terhadap aturan pajak, dan persepsi bahwa pajak tidak memberikan manfaat langsung bagi pelaku usaha.

Menurut riset OECD (2021), beban administrasi dan tarif pajak yang dirasa tinggi menjadi hambatan utama bagi UMKM di Indonesia untuk mematuhi kewajiban perpajakan. UMKM sering kali menghadapi kesulitan dalam memahami dan memenuhi persyaratan pajak.

Studi yang dilakukan oleh Tax Justice Network (2020) mencatat bahwa Indonesia kehilangan sekitar USD 4,86 miliar setiap tahun akibat penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan perpajakan masih perlu diperkuat.

Strategi Kebijakan Perpajakan

Untuk membangun hubungan yang positif dengan pelaku usaha, beberapa strategi kebijakan perpajakan perlu dilakukan, di antaranya simplifikasi sistem perpajakan. Simplifikasi aturan pajak ini dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Hal ini misalnya dengan penerapan pajak final untuk UMKM dengan tarif 0,5% dari omzet sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018, yang berhasil meningkatkan kepatuhan pajak UMKM. Sejalan dengan itu Richard Bird, seorang ekonom pajak, menyatakan bahwa sistem pajak yang sederhana lebih efektif dalam mendorong kepatuhan dibandingkan sistem yang kompleks.

Di samping itu, Pemerintah dapat memberikan insentif pajak yang mendukung hubungan yang positif dengan pelaku usaha yang sehat, antara lain melalui insentif bagi perusahaan yang berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan karyawan serta pengurangan pajak bagi usaha yang mematuhi standar keberlanjutan lingkungan.

Sebagai contoh, Jepang memberikan potongan pajak bagi perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan (R&D) untuk mendorong peningkatan inovasi dan daya saing.

Strategi berikutnya adalah transparansi dan edukasi pajak. Transparansi di sini adalah bagaimana pelaporan penggunaan dana pajak diinformasikan secara jelas kepada masyarakat dan pelaku usaha akan meningkatkan kepercayaan.

Untuk itu program literasi pajak dapat meningkatkan pemahaman pelaku usaha. Sebuah studi oleh KPMG (2020) menunjukkan bahwa edukasi pajak dapat meningkatkan tingkat kepatuhan hingga 30%.

Kemudian, peningkatan pengawasan dan sanksi yang adil. Hal ini akan lebih efektif apabila dibantu pendekatan berbasis teknologi, seperti penggunaan Big Data dan Artificial Intelligence dalam menganalisis laporan pajak. Selanjutnya adalah penerapan sanksi yang proporsional dan adil untuk mencegah penghindaran pajak tanpa menciptakan ketakutan berlebihan.

Dampak Positif Kebijakan Perpajakan yang Etis

Kebijakan perpajakan yang mampu membangun hubungan positif dengan pelaku usaha adalah kebijakan perpajakan yang dianggap etis oleh Wajib Pajak.

Membangun hubungan positif dengan pelaku usaha melalui kebijakan perpajakan yang etis akan meningkatkan kepatuhan pajak, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta memperkuat hubungan antara Pemerintah dan pelaku usaha.

Strategi yang adil dan transparan akan mendorong pelaku usaha untuk lebih patuh. Sebuah riset oleh Ernst & Young (2021) menunjukkan bahwa pelaku usaha cenderung lebih patuh apabila mereka merasa sistem perpajakan mendukung mereka.

Kebijakan perpajakan yang mendukung UMKM dapat meningkatkan kontribusi mereka terhadap PDB. Di Indonesia, UMKM menyumbang sekitar 60% dari PDB dan menyerap 97% tenaga kerja. Kebijakan pemberian insentif pajak untuk investasi berkelanjutan akan menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing.

Hubungan antara Pemerintah dan pelaku usaha akan diperkuat dengan membangun transparansi dan dialog yang terbuka antara pemerintah dan pelaku usaha, sehingga menciptakan hubungan yang harmonis. Hal ini dapat meningkatkan partisipasi pelaku usaha dalam proses pengambilan kebijakan.

Secara global, setiap negara memberlakukan kebijakan perpajakan bukan hanya sebagai bagian instrumen penerimaan negara, namun menjadi bagian dari kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Misalnya Singapura sebagai salah satu negara yang tingkat kesejahteraan masyarakatnya tinggi di Asia, telah memberlakukan kebijakan pajak yang rendah dan insentif bagi startup berhasil menarik investasi asing dan mendorong inovasi teknologi.

Selanjutnya di Benua Eropa, Swedia juga telah memberlakukan sistem pajak yang transparan dan edukasi yang kuat menciptakan tingkat kepatuhan pajak yang tinggi, mencapai lebih dari 95%.

Kebijakan perpajakan yang efektif harus berfokus pada membangun hubungan positif dengan pelaku usaha melalui transparansi, simplifikasi, dan pemberian insentif. Strategi ini akan mendorong perilaku usaha yang sehat, meningkatkan kepatuhan pajak, dan menciptakan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan.

Rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan kebijakan perpajakan yang dapat membangun hubungan positif dengan pelaku usaha, antara lain, melalui peningkatan edukasi pajak untuk pelaku usaha, khususnya UMKM, pengembangan teknologi pengawasan pajak berbasis data, pemberian insentif pajak yang relevan dengan kebutuhan pelaku usaha, serta transparansi penggunaan dana pajak untuk menciptakan kepercayaan.

Dengan langkah-langkah ini, Indonesia dapat menciptakan sistem perpajakan yang tidak hanya meningkatkan penerimaan negara tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi

Copyright © ANTARA 2025