Jakarta (ANTARA News) - Keinginan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) mendistribusikan 9 juta hektar tanah kepada petani dan buruh tani, serta pembukaan 1 juta lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali akan mampu dilaksanakan, dengan  syarat pemerintah memiliki kesungguhan mewujudkan hal itu.

"Semua yang dikehendaki presiden dan wakil presiden terpilih sangat mungkin dilaksanakan. Tidak ada alasan menolak mewujudkan keinginan itu karena filosofi tanah untuk kemakmuran dapat tercapai," ujar Kepala Pusat Hukum dan Humas Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Kurnia Toha dalam dialog "Agraria Tanah Untuk Kemakmuran Rakyat, Menyongsong Pemerintah Jokowi-JK", di Jakarta, Rabu.

Menurut Kurnia, sumber tanah yang dapat diberikan kepada petani dan buruh tani itu dapat melalui tiga jalur,  pertama, melalui  pelepasan kawasan hutan produksi konversi. Kedua, penegakan tanah terlantar milik perorangan, perusahaan maupun PTPN. Ketiga,  pengakuan dan penghormatan hak ulayat masyarakat hukum adat dan sumber lainnya.

"Makanya kenapa tadi saya bilang harus ada  keseriusan dari pemerintah. Karena lembaga terkait yang mengurusi tanah secara ego sektoral akan mempertahankan wilayah  mereka. Mereka lupa bahwa keberadaan tanah sesungguhnya untuk kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Kurnia mengatakan, usulan duet Jokowi-JK melepaskan tanah kepada petani sesungguhnya berpatokan pada prinsip dasar pengolahan sumberdaya agraria yang diletakan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dimana, tanah bukan sekadar suatu barang, akan tetapi merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dianugrahkan kepada seluruh rakyat Indonesia.

"Pendistribusian tanah seluas 9 juta hektar kepada petani maupun buruh tani hanya  5 persen dari luas daratan Indonesia yang mencapai 190 juta hektar. Hal itu sesuai Pancasila, dimana tanah harus dimanfaatkan dan dikelola secara  berkeadilan untuk mencapai kemakmuran seluruh rakyat Indonesia," katanya.

Dia menambahkan, dari banyaknya permasalahan pertanahan di Indonesia, sesungguhnya dapat disarikan menjadi tiga permasalahan  utama. Pertama, ketimpangan dan kepemilikan atas tanah. Banyak tanah dikuasai perusahaan, sedangkan petani banyak tak memiliki tanah dan mengalami kemiskinan secara struktural.

Kedua, penghormatan dan pengakuan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, walaupun diakui UUD 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dalam kenyataanya terabaikan.  

Ketiga, kata Kurnia, banyaknya sengketa dan konflik pertanahan. Konflik pertanahan merupakan masalah yang kompleks dan mempunyai dampak luas serta multi dimensi, termasuk politik, keamanan, sosial, dan ekonomi.

"Secara garis besar dapat kita  bagi dua macam sengketa atau konflik pertanahan, yaitu sengketa dapat diselesaikan BPN RI dan yang bukan merupakan kewenangan  BPN RI. Sengketa diselesaikan misalnya sertifikat palsu, sertifikat doble, sertifikat salah, sengketa batas tanah yang telah bersertifikat, pencabutan pembelokiran, pelaksanaan putusan pengadilan," katanya.

Pada kesemapatan yang sama Pengajar Hukum dan Agraria FHUI Suparjo Sujadi membenarkan pernyataan  Kurnia.

Menurut dia, Trisakti Soekarno yang bakal dijalankan Jokowi-JK akan mensejahterakan masyarakat Indonesia. "Jokowi-JK  sangat memahami perspektif sejarah dan filosofi tanah bangsa ini. Sehingga, ia berani membuat terobosan yang dapat  mensejahterakan masyarakat," ujarnya.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014