Pengurangan kewajiban 80 persen itu tidak ada, dan peraturan ini untuk mendahulukan produksi dalam negeri.
Jakarta (ANTARA News) - Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 menjadi Permendag 56/M-DAG/2014 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern mengedepankan transparansi deskresi Menteri Perdagangan.

"Yang kita rubah itu adalah deskresi menteri perdagangan dalam memberikan eksepsi terhadap usaha-usaha yang memang tidak bisa mengikuti aturan tersebut," kata Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, seusai menjadi pembicara dalam Trade Investment Forum, di Jakarta, Kamis.

Dalam Permendag 70/2013 pasal 22 ayat 2 tersebut menyebutkan, dalam hal tertentu, Menteri dapat memberikan izin penyediaan barang dagangan produksi dalam negeri kurang dari 80 persen setelah mempertimbangkan rekomendasi dari forum komunikasi penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern.

Namun, dalam revisi permendag tersebut, Lutfi menjelaskan, deskresi yang sebelumnya harus diajukan oleh pelaku usaha dan mempertimbangkan rekomendasi dari forum komunikasi itu sudah tertuang langsung dalam Permendag 56/2014 itu.

"Deskresi sudah diberikan atau dibuka langsung secara transparan, di mana yang memang tidak bisa memenuhi kewajiban dari aturan tersebut diperbolehkan," ujar Lutfi.

Dalam Permendag 70/2013 salah satu poin utamanya berisikan kewajiban toko modern untuk memasarkan produk buatan dalam negeri paling sedikit 80 persen dari jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan.

Lutfi menekankan, pemerintah tidak merubah angka kewajiban bagi para pelaku usaha untuk memasarkan produk dalam negeri sebesar 80 persen, dan tetap mengedepankan dan mendahulukan produksi produk dalam negeri.

"Pengurangan kewajiban 80 persen itu tidak ada, dan peraturan ini untuk mendahulukan produksi dalam negeri," kata Lutfi.

Selain merevisi Permendag 70/2013 tersebut, Kementerian Perdagangan juga melakukan revisi terhadap Permendag Nomor 7/2013 tentang Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman.

"Untuk Permendag 7/2013, ide utamanya adalah peraturan ini tidak dapat berlaku surut. Jadi kita tidak bisa berlaku surut terkait jumlah, tapi juga dengan master agreement-nya," kata Lutfi.

Menurut Lutfi, di masa yang akan datang, Kementerian Perdagangan berhak untuk tidak menyetujui master franchise dari para waralaba tersebut, yang artinya jika tidak sesuai dengan apa yang diatur oleh pemerintah, maka pemerintah berhak untuk menolak dikarenakan waralaba merupakan bagian untuk menumbuhkan kewirausahaan.

"Pembatasan yang 150 gerai masih tetap, tapi jika sudah lewat tidak berlaku surut. Untuk menambahkan dari yang sudah ada, pelaku usaha harus mengikuti peraturan yang ada. Namun pada saat yang bersamaan kita tetap menghargai kesepakatan yang mereka lakukan di masa yang lalu," ujar Lutfi.

(V003)

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014