... ini diberikan bagi semua anak yang tidak memiliki suara, mereka yang suaranya harus didengar... "
Oslo (ANTARA News) - Remaja putri Pakistan, Malala Yousafzai, yang menjadi penerima termuda penghargaan Nobel Perdamaian, Jumat, membuat langkah perdamaian tingkat tinggi setelah diumumkan mendapat kemenangan bersama dengan Kailash Satyarthi untuk mengunggulkan hak anak.

Pegiat pendidikan berusia 17 tahun --yang mendengar kabar kemenangannya ketika belajar ilmu kimia di sekolahnya di Birmingham, Inggis-- mengundang dua perdana menteri yang berseteru dari India dan Pakistan untuk bersama-sama hadir dalam penganugerahan Nobel di Oslo pada Desember mendatang.

Ia akan menerima penghargaan bersama pegiat India yang berusia 60 tahun.

"Penghargaan ini diberikan bagi semua anak yang tidak memiliki suara, mereka yang suaranya harus didengar," katanya, dalam jumpa pers yang diselenggarakan setelah pelajaran di sekolahnya berakhir hari itu, sehingga ia tidak meninggalkan pelajaran.

Malala tinggal di Inggris sejak ia dibawa ke negeri itu untuk menjalani perawatan medis setelah tertembak di kepalanya pada 2012 oleh Taliban di kampung halamannya Lembah Swat, karena memperjuangkan hak sekolah bagi para siswi.

Penetapannya sebagai pemenang Nobel telah menjadi berita utama, bersamaan dengan berita duka, 17 warga sipil meninggal dalam kekerasan yang terburuk selama puluhan tahun di wilayah Kashmir, perbatasan antara India dan Pakistan.

Malala tidak menyia-nyiakan peristiwa penting ini dengan memberikan selamat kepada pemenang bersamanya, pegiat antiburuh anak, Satyarthi asal India serta mengundang PM India Narendra Modi dan PM Pakistan Nawaz Sharif untuk merayakan kemenangan tersebut.

Komite anugerah Nobel di Norwegia mengatakan kemenangan kembar itu diperoleh berkat perjuangan mereka terhadap tekanan bagi anak-anak dan orang muda dan untuk "hak sekolah bagi semua anak."

"Melalui perjuangannya yang penuh kepahlawanan, Malala menjadi pembicara utama mengenai hak belajar bagi remaja putri," demikian komite Nobel.

Berdiri di atas kotak agar ia bisa menjangkau podium, remaja itu bercanda mengatakan, Nobel tidak akan membantu ujiannya atau membantunya dalam perdebatan dengan adik laki-lakinya.

Dengan penuh perasaan haru ia menyampaikan terimakasih kepada ayahnya karena tidak "menjepit sayapnya".

Suara hati kami
Warga di Mingora, kampung halamannya di Pakistan bersuka cita atas penghargaan bergengsi itu dengan menari, bernyanyi dan membagi-bagikan kue.

Ayesha Khalid, bekas teman sekelasnya mengatakan "Bukan hanya Malala yang menang, tetapi seluruh siswi di Pakistan. Dia adalah cahaya mata kami dan suara hati kami."

"Dia telah membuktikan bahwa Anda tidak bisa menghentikan pendidikan dengan menghancurkan sekolah."

Satyarthi, pendiri kampanye konsumen pada 1980-an untuk memerangi perburuhan pada anak dalam industri kerajinan tangan karpet, mengatakan ia sangat "gembira" dan menyebut bahwa Hadiah Nobel ini "merupakan pengakuan atas hak anak".

Perdana Menteri Pakistan, Sharif menyebut Malala sebagai kebanggaan negerinya.

"Pencapaiannya tidak bisa disejajarkan atau disamakan. Anak anak laki-laki dan perempuan harus memetik perjuangannya dan memberikan janji," katanya kepada AFP.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama juga memberi ucapan selamat dan mengatakan bahwa ia dibuat terhenyak oleh semangat Malala.

Kepala Bidang Pendidikan pada badan PBB, UNESCO, memuji kedua pemenang dan mengatakan bahwa Hadiah Nobel ini "menyampaikan ulang pesan kepada dunia mengenai pentingnya pendidikan untuk membangun perdamaian dan masyarakat yang berkelanjutan."

"Kailash Satyarthi adalah sahabat UNESCO dan senantiasa berada di garis depan dalam gerakan global untuk mengakhiri perbudakan anak sejak 1980," kata Dirjen UNESCO Irina Bokova.

"Malala berdiri bersama kami dalam memperjuangkan kesetaraan pendidikan khususnya bagi anak perempuan," kata Bokova.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014