Untuk membedakan mana perkebunan cuma memiliki luas lahan 25 hektare dan diatas 25 hektare itu, sebenarnya bisa dibedakan jika mereka sudah memasang striker pada kendaraan...
Pekanbaru (ANTARA News) - Stiker pengguna bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk kendaraan industri di Provinsi Riau saat ini belum terpasang, sehingga petugas stasiun pengisian bahan bakar umum tidak dapat membedakan kendaraan yang berhak.

"Sampai sekarang, striker itu belum dibuat dan dipasang pada kendaraan. Sehingga, operator SPBU belum dapat membedakan mana kendaraan yang berhak dan mana yang tidak," kata Kepala Perwakilan Pertamina Pemasaran Riau Sumbar, Ardyan Adhitia, di Pekanbaru, Senin.

Padahal, menurutnya, larangan bagi kendaraan pengangkut yang mengkonsumsi BBM bersubsidi telah tertuang dalam Peraturan BPH Migas Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pengendalian Kendaraan Angkut pada Perkebunan dan Pertambangan.

Undang-undang No.22/2001 tentang Migas dengan tegas menyatakan, setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah)

Sementara untuk sanksi perdata berupa peringatan ringan sampai berat seperti pencabutan izin usaha. 

"Truk pengangkut perkebunan dan kehutanan di Riau masih menggunakan BBM bersubsidi sampai hari ini," katanya.

Ia mengatakan, BPH Migas masih mengacu pada peraturan yang menyebutkan perkebunan terutama kelapa sawit dengan pola plasma yang memiliki luas lahan di bawah 25 hektare masih diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi

"Untuk membedakan mana perkebunan cuma memiliki luas lahan 25 hektare dan diatas 25 hektare itu, sebenarnya bisa dibedakan jika mereka sudah memasang striker pada kendaraan yang sudah tidak lagi menggunakan BBM bersubsidi," ucap Ardian.

Data PT Pertamina (Persero) Perwakilan Pemasaran Riau Sumbar memperkirakan total penyaluran BBM subsidi jenis premium 75.000 kiloliter per bulan atau sekitar 2.500 kiloliter per hari dan biosolar 66.000 kiloliter per bulan atau sekitar 2.200 kiloliter per hari.

Sedangkan pemasaran BBM nonsubsidi di provinsi tersebut masih standar atau jika dengan angka, maka untuk jenis pertamax plus baru 600 kiloliter per bulan dan jenis pertamina dex sekitar 200 kiloliter per bulan.

"Penyaluran BBM nonsubsidi di Riau masih biasa. Artinya, tidak ada lonjakan yang cukup berarti terutama kendaraan yang mengisi di SPBU baik industri atau mobil pribadi," kata Senior Sales Executive Retail X Riau Pertamina Riau Sumbar, Drestanto Nandiwardhana.

Padahal Riau dikenal sebagai provinsi yang kaya akan sumber daya alam seperti di sektor perkebunan baik sawit maupun karet, kemudian kehutanan baik pulp atau kertas, minyak dan gas bumi (migas), tambang dan lain sebagainya. (*)

Pewarta: Muhammad Said
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014