"Ini revitalisasi yang intinya memperbaiki yang rusak, yang dangkal kami perdalam..."
Jakarta (ANTARA News) - Revitalisasi Tanjung dan Teluk Benoa, Bali, yang terdiri 1.400 hektare perairan dan 1.400 hektare hutan mangrove, ditujukan untuk memperbaiki lingkungan dan kehidupan ekonomi dan sosial budaya masyarakat setempat, kata pengembang kawasan itu.

Komisaris PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) Leemarvin Lieano di Jakarta, Senin, memastikan revitalisasi Teluk Benoa bertujuan memperbaiki lingkungan dan meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial, budaya, dan agama masyarakat Bali, bukan membuat masalah baru sebagaimana diprotes pihak-piahk tertentu.

"Sangat wajar bila ada pro-kontra. Proyek-proyek besar dalam sejarah selalu ditentang sekelompok orang pada mulanya tetapi kemudian menjadi berkah pada akhirnya," kata dia.

Revitalisasi Tanjung dan Teluk Benoa telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasaan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.

Marvin sangat yakin bahwa revitalisasi Benoa sangat bermanfaat. Kekhawatiran mengenai persoalan seperti banjir, krisis air, menutup akses nelayan, dan seolah-olah Bali akan tenggelam, sudah diantisipasi dan dicari solusinya, kata dia,  sehingga tidak perlu menjadi kekhawatiran berlebihan atau menolak program tersebut.

"Ini revitalisasi yang intinya memperbaiki yang rusak, yang dangkal kami perdalam. Reklamasi merupakan bagian kecil dari revitaliasi. Jadi bukan semata-mata reklamasi dalam arti menguruk laut," katanya.

Sebelumnya Guru Besar Kelautan dan Pesisir Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dietrich G. Bengen menilai dalam kajiannya perlu dilakukannya revitalisasi berbasis reklamasi karena saat air surut terjadi pendangkalan sehingga ekosistem mangrove mengalami gangguan.

Perbaikan melalui revitalisasi berbasis reklamasi agar alur laut yang dangkal diperdalam.

Masalah yang paling utama adalah sedimentasi yang semakin parah sehingga menyebabkan aliran air ke mangrove menjadi terhambat.

"Maka dari itu alur alami laut justru akan diperdalam untuk menjamin agar aliran air laut tersebut dapat diasup dengan baik oleh Mangrove disekitarnya selama 24 jam. Jika saat ini pada saat surut terlihat jelas lumpur yang menyelimuti hampir seluruh teluk, maka nantinya setelah revitalisasi kedalaman laut akan menjadi minimal tiga sampai lima meter pada saat surut terendah," katanya.

Marvin menambahkan dengan kedalaman seperti itu para nelayan dapat leluasa berlayar mencari ikan di laut lepas, dan bahkan masyarakat Tanjung Benoa dapat mengembangkan usaha wisata bahari sepanjang hari tanpa harus menunggu pasang.

Ia membantah bahwa akses nelayan dan pengusaha watersport akan dibatasi jika proyek itu jadi nantinya.

Di sisi lain, kata Marvin, dengan mempelajari sifat dan pola sedimentasi, maka di sela-sela perairan laut Teluk Benoa akan dibuat beberapa pulau penyangga yang materialnya diambil dari hasil pendalaman alur.

Sekitar 70 persen dari luasan perairan tersebut akan menjadi kawasan hijau baru sebagai paru-paru kota dan pelestarian ekosistim laut. Selanjutnya kurang dari 30 persen akan dibangun sebagai kawasan pengembang baru untuk menunjang pariwisata Bali yang dapat meningkatkan ekonomi setempat.

Dengan demikian, katanya, para wisatawan tidak lagi disuguhkan dengan kawasan perairan yang penuh lumpur, namun kawasan perairan teluk yang biru diselang-seling pulau penyangga yang hijau. Tentunya yang disajikan mengutamakan budaya dan adat masyarakat Bali yaitu Tri Hita Karana.

Marvin menegaskan terus merawat mangrove di kawasan Taman Hutan Raya.

Ia mengatakan sejak dahulu sekeliling Teluk Benoa Bali ditumbuhi mangrove dengan banyak kegunaan utamanya melindungi daratan Bali dari gempuran dan abrasi ombak. Hutan tanaman mangrove juga berfungsi sebagai penyeimbang ekosistem dan berbagai biota yang hidup di sekitarnya.

"Itu yang kami jaga dan rawat melalui CSR bekerja sama dengan Forum Peduli Mangrove Bali dan telah menanam 3.500 bibit mangrove di kawasan Tahura," katanya.

Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2014