Jakarta (ANTARA News) - Nasib Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program Reformasi (UKP3R) yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Keppres No 17 tahun 2006 menjadi pembicaraan utama di dalam negeri belakangan ini. Pembentukan UKP3R itu sejak awal telah menimbulkan pro-kontra, yang belakangan ini tampak makin tajam. Sebagian pihak menginginkan unit itu dibatalkan, sebagian yang lain menyarankan agar lembaga itu dipertahankan atau direvisi tugas dan tata kerjanya. Polemik itu tentu sangat mempengaruhi hubungan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla. Partai Golkar adalah penentang utama keberadaan UKP3R. Elit partai pemenang Pemilu legislatif 2004 telah berupaya keras untuk membatalkan UKP3R, yang pembentukannya disebutkan menyinggung Golkar karena tanpa sepengetahuan Wapres Jusuf Kalla. Pembentukan UKP3R, menurut analis politik, akan berdampak signifikan terhadap Golkar, baik dari sisi politik maupun ekonomi. Selain itu, sosok Marsilam Simanjuntak juga kurang disukai Golkar. Marsilam, sahabat dekat mantan Presiden Abdurrahman Wahid, dinilai elit Golkar sebagai konseptor Dekrit tahun 2001 yang membubarkan Golkar dan DPR/MPR. Akan tetapi konseptornya disebutkan bukan Marsilam, tapi Thamrim Amal Tomagola, Alexander Irwan, dan Chairul Anam. Setelah pertemuan empat mata antara Presiden dan Wapres di Istana Negara pada Jumat (3/11) lalu, pro-kontra pembentukan UKP3R itu bukannya mereda, malah semakin mengerucut, terutama setelah beredarnya informasi yang menyebutkan unit kerja itu akan dibekukan. Menurut Wakil Ketua Umum DPP Golkar, Agung Laksono, UKP3R akan dibekukan, dan informasi itu diperoleh langsung dari Presiden. Namun, jurubicara Presiden, Andi Mallarangeng, atau penasehat Presiden, Syahrir, segera membantahnya. Golkar bahkan disebut-sebut akan menggunakan hak interpelasi DPR untuk menanyakan pembentukan UKP3R. Terhadap rencana itu, kalangan dewan memiliki pandangan yang berbeda sehingga Golkar tentunya harus berupaya lebih keras jika ingin meloloskan hak bertanya tersebut. Agung Laksono memang menepis tudingan bahwa pembekuan UKP3R atas desakan Golkar, namun karena menimbulkan kontroversi di masyarakat. Tetapi, Golkar yang secara terbuka menentang keras pembentukan UKP3R, sementara partai- partai politik lainnya di luar Golkar ternyata memiliki pandangan tersendiri. Salah satu Ketua DPP Golkar, Yahya Zaini, bahkan menyatakan bahwa Golkar tidak puas jika Keppres pembentukan UKP3R tidak dicabut atau direvisi. Anggota DPR itu menilai Keppres UKP3R cacat hukum. Dengan mengacu pada UU No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, Keppres hanya mengatur pengangkatan seseorang, dan bukan mengatur sifat, kewenangan, dan tugas unit. Dengan kata lain, semestinya UKP3R dibentuk dengan Peraturan Presiden, bukan Keputusan Presiden. Pengurus Partai Golkar yang juga sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR, Priyo Budi Santoso, bahkan menyebutkan DPR tidak akan menyetujui anggaran UKP3R jika Presiden tidak bisa memberikan penjelasan yang bisa diterima tentang status lembaga baru tersebut. Dukungan terhadap pembentukan UKP3R ternyata juga cukup kuat, terutama dari berbagai kalangan cendikiwan dan LSM yang mendukung progrom reformasi birokrasi. Mereka umumnya meminta Presiden untuk bersikap tegas mempertahankan UKP3R. Selain itu, banyak juga tokoh yang berpikir pragmatis, yang mengharapkan pro-kontra UKP3R diakhiri agar tidak merusak hubungan Presiden dan Wapres Tokoh hukum kawakan, Adnan Buyung Nasution, berpendapat bahwa Presiden Yudhoyono semetinya tegas dan tegar terhadap kritik atas putusannya membentuk UKP3R. Sementara tokoh nasional, Amien Rais, meminta Presiden untuk mengendapkan dulu pembentukan UKP3R agar keadaan tenang dulu, dan tidak menjadi polemik berkepanjangan. Masyarakat disebutkannya sudah "bosan" dengan pembentukan lembaga-lembaga baru, karena lembaga yang telah dibentuk sebelumnya tidak membawa banyak perubahan. Diberi kesempatan Pembentukan UKP3R tidak terlepas dari saran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Presiden tentang perlunya reformasi birokrasi. UKP3R dipandang akan mampu meningkatkan pelayanan birokrasi dan menekan angka korupsi. Berkaitan itu, banyak kalangan, terutama dari LSM, yang menyebutkan setiap inisiatif mengatasi kemacetan birokrasi adalah langkah positif sehingga perlu didukung. Karenanya, UKP3R semestinya diberi kesempatan untuk melaksanakan tugasnya sebagaimana ditetapkan dalam Keppres No 17/2006, bukannya dibekukan atau direvisi sebelum dilaksanakan. Sebagaimana disebutkan jurubicara Presiden, Andi Mallarangeng, bahwa Presiden tengah menyusun ulang tata kerja UKP3R, termasuk tugas dan pekerjaan teknis. Sementara itu, Wakil Ketua DPD, La Ode Ida, menyebutkan penolakan UKP3R menunjukkan kurangnya dukungan terhadap reformasi birokrasi, selain adanya trauma atas terbitnya Dekrit Presiden tahun 2001 yang membubarkan DPR/MPR dan Golkar. Meski menyayangkan Presiden yang tampak takut digertak, ia meminta Presiden untuk tidak ragu melanjutkan keberadaan UKP3R, meski ada tekanan dari kekuatan politik lainnya, karena rakyat akan mendukungnya. UKP3R dinilai tidak akan merugikan rakyat, sebaliknya malah akan menguntungkan rakyat. Yudhoyono tentunya berkewajiban memperjuangkan kepentingan rakyat yang telah memilihnya sebagai presiden. Kehadiran UKP3R disebutkannya semestinya dilihat secara jernih dan dalam rangka kepentingan jangka panjang, terutama untuk mereformasi birokrasi. Namun, tugas dan kewenangan UKP3R tentunya harus dipertegas. UKP3R dibentuk Presiden untuk memantau dan memperlancar kegiatan Presiden dalam perbaikan iklim usaha dan investasi, pelaksanaan reformasi administrasi pemerintahan, perbaikan kinerja BUMN, perluasan peranan UMKM, dan perbaikan penegakan hukum. Terlepas dari pro-kontra, polemik UKP3R hendaknya dihentikan, tidak lagi membesar-besarkannya agar Presiden dan Wakil Presiden bisa bekerja lebih optimal lagi untuk rakyat. Jika kontroversi elit politik itu terus berkembang, rakyat yang akan menanggung akibatnya. Dengan kata lain, elit politik yang berkonflik dengan mempertaruhkan prestisenya, tapi rakyat yang menanggung akibatnya. Sekarang ini tengah dibahas RUU Dewan Pertimbangan dan Penasehat Presiden (DP3). Dalam RUU sebanyak 21 pasal itu dimasukkan pengaturan tentang tugas dan kewenangan DP3, persyaratan menjadi anggotanya, dan pertanggung jawabannya. DP3 beranggotakan 7 orang, dan kewenangannya adalah memberikan pertimbangan kepada Presiden atas berbagai kebijakan. RUU DP3 itu direncanakan akan diundangkan pada Januari 2007. Keberadaan penasehat Presiden memang perlu diatur dengan undang- undang untuk membatasi penggunaan hak prerogatif dalam mengangkat penasehat atau membentuk lembaga baru. Sehubungan RUU DP3 masih dalam pembahasan, dan ditargetkan diundangkan pada Januari mendatang, hendaknya polemik UKP3R dihentikan untuk mencegah suhu politik dalam negeri memanas yang akan merusak konstelasi politik nasional. (*)

Oleh Oleh Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2006