Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan menjelaskan mekanisme pengisian wakil gubernur DKI Jakarta jika Wagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) kelak naik sebagai Gubernur definitif.

"Pengisian wakil gubernur, sesuai dengan Undang-Undang Pemerintah Daerah yang baru yakni Nomor 23 Tahun 2014, tidak melalui usulan dari DPRD. Jadi, nanti Gubernur DKI Jakarta yang akan mengusulkan dua nama kepada Presiden melalui Mendagri. Itu nanti berlaku di pemerintahan yang baru (Kabinet Jokowi-Kalla)," kata Djohermansyah.

Pengisian jabatan wakil gubernur tersebut pun hanya dapat dilakukan jika Ahok telah mendapat status sebagai Gubernur definitif DKI Jakarta.

Jika status Ahok berubah menjadi Gubernur definitif, maka dia berhak mengusulkan dua nama calon wakil gubernur yang akan mendampinginya memimpin DKI Jakarta hingga 2017.

"Dua nama itu muncul langsung dari Gubernur, sehingga DPRD tidak memiliki peran lagi dalam hal ini," tambahnya.

Dua nama calon tersebut, lanjut Djohermansyah, bisa berasal dari kalangan lingkungan pegawai negeri sipil (PNS) atau non-PNS.

Dengan jumlah penduduk DKI Jakarta sekira 9,8 juta orang, maka Gubernur berhak memiliki dua orang wakil gubernur untuk membantu menjalankan pemerintahan.

"Kemudian ada ketentuan jumlah penduduk. DKI Jakarta ini kan jumlah penduduknya lebih dari 5 juta tetapi tidak sampai 10 juta, artinya bisa dengan dua wakil gubernur," kata Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri itu.

Sebelum dua nama calon wakil gubernur tersebut diserahkan kepada Presiden untuk diterbitkan Surat Keputusannya, Mendagri terlebih dahulu akan melakukan verifikasi apakah kedua calon tersebut memenuhi syarat atau tidak.

"Nanti Kemendagri yang akan melihat syarat-syaratnya, kalau memenuhi syarat bisa dilantik, kalau tidak kami akan kembalikan lagi ke Gubernur supaya dipenuhi atau diusulkan nama lain," kata Djohermansyah.

Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, calon wakil kepala daerah dilarang terlibat kasus hukum, berbuat tercela, korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Dalam UU itu kami perkuat sistem pemilihannya, supaya jangan sampai orang-orang yang tidak memiliki integritas dan tidak berkompeten mengisi jabatan penting di daerah itu," ujarnya. (F013/E001)

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014