Jakarta, 15 Oktober 2014 (ANTARA) - Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) kini memasuki tataran implementasi.  Di mana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjalankan program SLIN tahap awal di Kawasan Timur Indonesia yakni koridor Sulawesi Tenggara. Ini menjadi langkah nyata KKP dalam penguatan daya saing, konektivitas, logistik serta peningkatan nilai tambah produk perikanan. Sebab, kehadiran program SLIN pada tahap pertama ini akan berdampak langsung pada terjaganya mutu, pasokan, ketersediaan, keterjangkauan dan kestabilan harga ikan bagi konsumen industri maupun rumah tangga, yang pada gilirannya akan memperbaiki daya saing ekonomi dan sekaligus kesejahteraan masyarakat. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo dalam acara peresmian implementasi SLIN tahap awal dan operasionalisasi Pusat Pemasaran dan Distribusi Ikan (PPDI) PPN Brondong di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, Rabu (15/10).

Lebih lanjut Sharif menuturkan, upaya pengembangan SLIN oleh KKP dilakukan dengan melibatkan banyak pihak termasuk instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah, akademisi dan pelaku usaha. Dalam hal ini, KKP menempatkan diri sebagai pihak pengambil kebijakan dan regulasi, dukungan anggaran dan fasilitasi infrastruktur serta program pemberdayaan. Sementara itu, Pemprov mengambil peran dalam penyediaan anggaran pendamping, lahan, tenaga kerja, serta kemudahaan perizinan. Sedangkan pihak swasta dan masyarakat bertindak sebagai actor pengembang industri penangkapan dan budidaya, pengolahan, distribusi, logistik dan pemasaran. Hasilnya dalam peresmian SLIN tahap awal ini, akan ditandatanganinya Nota Kesepahaman (MoU) Antara Bank BNI, LPDB, Jamkrindo, Penyedia Jasa Logistik dengan KOMIRA (Operator SLIN). “Melalui keterlibatan pemangku kepentingan ini maka saya sangat optimis cita-cita SLIN dalam menjamin ketersediaan, mutu, harga, dan keterjangkauan hasil perikanan dapat tercapai, karena SLIN merupakan legacy konstruktif  dan respon kontekstual  KKP yang sangat strategis untuk dilanjutkan pada tahapan pembangunan selanjutnya” ungkap Sharif.

Jika bersandar pada peta wilayah pengelolaan perikanan tangkap Republik Indonesia (WPP-RI), saat ini potensi ikan di wilayah timur mencapai 70 persen dari total potensi perikanan nasional. Adapun potensi perikanan tangkap Indonesia diproyeksikan mencapai 7,3 juta ton. Dengan demikian, pelaksanaan SLIN ini pun menjadi perajut keterpaduan antara pusat produksi dengan pusat distribusi, dengan tetap mempertahankan mutu kesegaran tanpa mengubah karateristik ikan. Sebab, kawasan barat sebagai sentra pengolahan membutuhkan coldstorage dan sarana-prasarana distribusi untuk menampung ikan dari timur guna memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun industri pengolah. Sedangkan kawasan timur sebagai basis produksi membutuhkan sejumlah infrastruktur antara lain armada penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pabrik es, coldstorage, stasiun pengisian bahan bakar untuk nelayan, sarana dan prasarana transportasi sampai kepada pelabuhan kontainer sebagai pelabuhan pengirim.

Bersandar pada hal itu, KKP pun tak tinggal diam.  Hal ini ditandai dengan dijalankannya berbagai program prioritas dalam  penguatan logistik dan pengembangan distribusi perikanan. Misalnya, saat ini secara bertahap KKP membangun sarana dan prasarana pendukung logistic perikanan seperti pelabuhan, kapal, unit penyimpanan, sarana pemasaran, dan beragam moda angkutan distribusi sebagai platform yang memperlancar usaha perikanan hulu hilir. Tak hanya itu, KKP pun menyiapkan fasilitas dalam menjamin pemenuhan kebutuhan bahan baku baik untuk skala industri maupun para pemindang skala UMKM.  Hal ini diwujudkan dengan diresmikannya Pusat Pemasaran dan Distribusi Ikan (PPDI) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong (Kabupaten Lamongan-Jawa Timur) serta bangunan cold storage di tiga wilayah yakni Jakarta, Kendari dan Lamongan. PPN Brondong menjadi pusat pendaratan bagi armada penangkapan ikan tak terkecuali pasokan ikan dari wilayah lain seperti Kendari. “Dengan masuknya PPN Brondong dalam jaringan SLIN menjadi nilai strategis, kerena Brondong tidak hanya berperan sebagai sentra produksi melainkan juga sekaligus sebagai sentra industri dan distribusi hasil perikanan,” jelas Sharif.

Setali tiga uang pembangunan PPDI di PPN Brondong juga dilengkapi oleh outlet pengepakan dan pemasaran, serta cold storage. Fasilitas tersebut berfungsi sebagai tempat pemasaran, penyimpanan dan distribusi ikan yang efisien dan memenuhi standar mutu pada tingkat nasional maupun internasional sehingga dapat menjamin mutu dan keamanan hasil perikanan yang dipasarkan.  Pengelolaan PPDI yang baik tentu akan menunjang kelancaran aktivitas usaha penangkapan ikan, pengolahan, maupun pemasarannya, yang pada akhirnya juga menjadi bagian keberhasilan dari pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Oleh karena itu, operasional PPDI perlu didukung oleh semua pihak, baik instansi pemerintah maupun pelaku usaha sebagai pengguna PPDI. Sebab ke depan, PPDI Brondong menjadi model pengembangan dan modernisasi pelabuhan perikanan, sesuai dengan tuntutan pengelolaan sumber daya perikanan yang bertanggung jawab dan penyelenggaraan pangan nasional serta pembangunan nasional yang berwawasan maritim, demi kesejahteraan dan kejayaan bangsa.

Perlu diketahui, sepanjang tahun 2012-2013 KKP bersama Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota telah membangun sebanyak 54 cold storage dengan kapasitas terpasang sebesar 30 - 1.500 ton. Ke-54 cold storage itu berada di Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Adapun, beberapa cold storage lainnya berada di Kalimantan, Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara dan Papua. Tak hanya itu, pihak swasta pun turut membangun cold storage dengan kapasitas besar yakni 10 ribu hingga 15 ribu ton. Lewat peningkatan cold storage dan penerapan SLIN, diharapkan tingkat utilitas Unit Pengolahan Ikan (UPI)  yang tahun lalu mencapai 70,39 persen dapat memenuhi target di tahun ini sebesar 74 persen. Saat ini, tercatat jumlah UPI di seluruh Indonesia mencapai 63.934 unit, 726 di antaranya merupakan UPI skala besar, sedangkan sisanya merupakan UPI skala kecil-menengah.

Sejalan dengan itu, bak dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. SLIN industrialisasi perikanan saling memberikan sinergi positif bagi pembangunan ekonomi dan daya saing perikanan nasional. Industrialisasi perikanan sebagai upaya integrasi sistem produksi hulu dan hilir melalui transformasi produksi di mana produksi yang bernilai tambah dengan diiringi mutu produk yang baik sehingga memiliki nilai ekonomi  tinggi. Sedangkan SLIN berkepentingan dalam menjamin pergerakan komoditi tersebut dapat berjalan dengan lancar dan efesien.Tak ketinggalan dalam aspek regulasi, penerapan SLIN dipayungi oleh Undang-Undang Kelautan. Di mana UU Kelautan mengakomodasi seluruh kepentingan nasional terhadap kedaulatan, pengamanan, dan pengembangan wilayah laut Indonesia. Sementara, kehadiran SLIN merupakan pelaksanaan Peraturan Presiden No 26 tahun 2012 tentang Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS). Hal ini turut diperkuat dengan Permen KP No.5/2014 tentang SLIN yang memuat tentang pengaturan-pengaturan terkait pengadaan, penyimpanan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan.

Di sisi lain, selama ini kinerja sektor perikanan cukup menggembirakan, utamanya sejak digulirkannya kebijakan percepatan industrialisasi perikanan. Berbagai capaian positif dapat dilihat dari meningkatnya nilai tukar nelayan, meningkatnya produksi perikanan tangkap dan budidaya, peningkatan nilai dan volume ekspor, serta tingkat konsumsi ikan nasional yang makin mendekati pola pangan harapan. Rinciannya, Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan tumbuh 6,9 persen berada di atas PDB pertanian dan PDB nasional. Di mana PDB pertanian hanya mampu membukukan 3,5 persen dan PDB nasional sebesar 5,8 persen. Tak ketinggalan, nilai ekspor hasil perikanan terus meningkat, hingga menembus lebih dari 3 miliar dolar AS, bahkan tahun 2013 mencapai 4,16 miliar dolar AS atau meningkat sebesar 7,84 persen. “Saya meyakini,  pembangunan ekonomi Indonesia di masa mendatang akan sangat bertumpu pada kegiatan berbasis maritim. Kebesaran dan peran srategis global kita (maritime dignitiy) akan sangat ditentukan pada sejauh mana kita mampu memanfaatkan potensi sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia dengan kekayaan sumber daya alamnya,” jelasnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Telp. 021-3520350)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014