Selasa (14/10) pagi mahasiswa Indonesia yang hendak pulang setelah mengikuti program studi banding di Jepang memenuhi kios oleh-oleh di Bandara Narita. Mereka memborong makanan dan pernak-pernik khas Negeri Sakura di sana.

Tanpa pikir panjang mereka memasukkan berkotak-kotak Kit-Kat ke dalam tas belanjaan. Dalam hitungan menit Kit-Kat di kios tersebut ludes diborong, sehingga pegawai toko membuka lagi dus wafer berbalut coklat tersebut dan menyusun isinya di rak-rak yang telah kosong.

Kudapan itu menjadi salah satu incaran Indonesia di Jepang karena punya beraneka ragam rasa yang tidak dapat ditemui di tempat lain.

Pratama Adrian membeli delapan kotak kudapan itu untuk teman-temannya dan keluarganya. "Aku beli Kit-Kat dengan rasa green tea, strawberry dan labu," katanya.

Sementara Yuni Rahmawati, yang membeli tiga kotak wafer berbalut coklat tersebut, mengatakan harga kudapan itu lebih mahal di Indonesia.

Selain Kit-Kat, menurut Yuni, makanan yang wajib dibeli dari Jepang adalah Tokyo Banana, kue bolu rasa pisang yang bentuknya seperti pisang berwarna kuning berukuran kecil.

"Aku beli lima kotak Tokyo Banana rasa karamel, pisang, coklat dan strawberry," katanya.

Harga makanan itu mulai dari 1.000 yen hingga 1.500 yen per kotak besar isi delapan kue. Satu yen sama dengan sekitar Rp114. Harga kue tersebut bervariasi tergantung rasa dan coraknya, semakin unik kue semakin mahal harganya.

"Kue ini dijual dimana-mana seperti di Stasiun Tokyo tapi kalau mau murah belinya di bandara saja, dan enggak repot, langsung bawa pulang," katanya.

Andi Aisyah juga membeli lima kotak Tokyo Banana dengan varian rasa vanila, pisang, coklat dan caramel.

"Sebagaimana orang dari Bandung bawa Kartika Sari untuk oleh-oleh, dari Jepang ya bawa Tokyo Banana," katanya lalu tertawa.

Selain membeli makanan, sebagai penggemar subkultur Jepang, Andi juga membeli berbagai album musisi Jepang seperti Ling Tosite Sigure.

Dia membeli dua album Contrast, Fantastic Magic, One Ok Rock - Mighty Long Fall dan album Best of Mogi.

"Udah lama aku kepengen album mereka, tetapi enggak ada dijual di Indonesia makanya pas ke Jepang aku beli semua," katanya.

Selama di Jepang ia juga mencoba takoyaki yaitu makanan jalanan berbentuk bulat dan berisi gurita. Ia penasaran dengan rasa asli makanan yang sekarang juga banyak dijual di Indonesia itu.

"Rasanya cukup aneh tapi enak, soalnya takoyaki di sini benar-benar isi gurita, kalau di Indonesia sudah di modifikasi ada yang isi keju dan sebagainya," katanya.

Lalu ia juga terobsesi dengan mini market waralaba Lawson yang memang berasal dari Jepang. Ia mendapatkan informasi dari Internet bahwa beberapa toko kelontong ini memiliki tema dekorasi berbeda di Jepang.

"Selama perjalanan mataku terus mencari Lawson yang bertema dan akhirnya ketemu tema Haykyuu. Haykyuu itu anime Jepang tentang bola voli gitu deh. Tapi sayangnya aku enggak sempat masuk, cuma lihat dari luar saja," tutur mahasiswa berkacamata tersebut.

Ia juga menyempatkan datang ke Disney Land Tokyo di Chiba. Menurut dia, setiap Disney Land mempunyai kastil yang berbeda. Disney Land Tokyo memiliki kastil Cinderella dan saat ini sedang banyak pernak-pernik tokoh Disney dengan tema Halloween.


Pernak-pernik idola

Wisatawan yang mengunjungi Jepang juga banyak yang berburu pernak-pernik terkait anime ataupun idola Jepang, termasuk di antaranya Evi.

Dia membeli majalah berisi gambar-gambar idola Jepang seperti Takeru Sato, Sun Oguri, Ryo Niksido, Sexy Zone, Hey Say Jump, Exile, dan Arashi.

"Aku beli majalah ini karena banyak gambar-gambar dari artis-artis kesukaan aku, buat dilihat-lihat saja, kalau tulisannya aku tidak mengerti," katanya.

Sementara Naning membeli majalah remaja Jepang demi mendapat hadiah tas "Attack on Titan", komik populer di Jepang.

"Aku suka banget sama 'Attack on Titan' jadi pas ngelihat ada majalah Vivi berhadiah tas 'Attack on Titan' aku langsung beli aja. Padahal aku enggak ngerti itu majalah apa," kata Naning, yang setelah mengambil tas hadiah langsung memberikan majalah yang dia beli kepada temannya.

Saking sukanya pada komik tersebut, dia sampai membeli tiga jilid komik edisi spesial beserta DVD-nya.


Main Gashapon


Selama di Negeri Sakura, Naning juga menyempatkan diri main Gashapon. Gashapon adalah mesin yang menjual mainan. Mainan tersebut dimasukkan di dalam kapsul plastik sehingga sepintas bentuknya seperti bola Pokemon.

Ia mengaku tidak tahan untuk tidak memasukkan koin ke dalam Gashapon. Setiap kali memutar Gashapon pengguna harus membayar 200 yen hingga 400 yen.

Menurut dia permainan itu seru karena untung-untungan, mainan yang didapat tidak dapat ditebak.

"Kalau lagi beruntung akan dapat mainan yang bagus dan kalau tidak ya mainananya biasa saja," kata Naning, yang selama sembilan hari berada di Jepang sudah tujuh kali bermain Gashapon dan merasa beruntung karena mendapatkan jam tangan.

Dicky lebih sering lagi memainkan mesin itu. Selama sembilan hari kunjungannya ke Jepang ia telah 19 kali bermain Gashapon.

"Seru aja memasukkan koin ke dalam mesin dan dapat mainan, kan di Indonesia enggak ada," kata Dicky, yang akan memberikan semua mainan yang didapat kepada teman-temannya di Indonesia.


Toko 100 yen


Karena barang-barang di Jepang cukup mahal, beberapa anak muda mengincar toko-toko 100 yen untuk membeli oleh-oleh selama di Jepang.

Toko-toko seperti Daiso dan Seira, yang menjual barang-barang dengan harga 100 yen, cukup mudah di temukan di pusat perbelanjaan.

Barang-barang yang dijual kebanyakan bukan buatan Jepang, melainkan buatan Tiongkok, hanya saja desainnya yang bercorak Jepang.

Toko-toko semacam itu menjual peralatan dapur, alat tulis, kebutuhan bertaman hingga makanan ringan.


Peralatan dan ritual

Bhisma tidak melewatkan kesempatan untuk membeli gitar elektrik Duesenberg seri Starplayer TV selama di Jepang.

Sebelum berangkat ke Jepang ia telah berselancar di dunia maya untuk mencari tahu tentang harga gitar yang dia inginkan dan di Jepang ternyata harganya lebih murah dibandingkan dengan di Indonesia.

"Pertama kali tahu gitar ini gara-gara melihat review, dan disitu gue mulai cari-cari di YouTube, terus selang beberapa bulan gue nonton duet Tohpati dn Budjana di Java Jazz, sound gitarnya enak banget. Tahunya Budjana pakai Duesenberg, dari situ gue mulai benar-benar suka," kata mahasiswa yang juga musisi itu.

Kalau Cynthia tidak terlalu terobsesi dengan pernak-pernik khas Jepang tapi lebih senang mengikuti serangkaian kegiatan orang Jepang pernah dia baca di komik.

"Aku senang dapat mengikuti pelajaran upacara minum teh, karena ritual ini anggun dan tidak semua orang Jepang dapat mengikutinya," kata mahasiswa Universitas Trisakti itu.

Selain mengikuti pelajaran upacara minum teh, ia mencoba mandi di pemandian umum yang disebut onsen, dan  tidur di futon seperti orang Jepang.


Oleh Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014