Jenewa (ANTARA) - Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) dan Badan Pengungsi PBB (UNHCR) pada Selasa (21/1) menyatakan bahwa mereka sedang mengevaluasi perintah eksekutif Amerika Serikat mengenai perbatasan dan imigrasi untuk menilai bagaimana kebijakan tersebut akan memengaruhi pekerjaan mereka.
"Tim kami di IOM saat ini sedang dalam proses memberikan dan menganalisis perintah eksekutif tersebut untuk melihat dampak apa yang ditimbulkan terhadap pekerjaan kami," kata juru bicara IOM, Kennedy Omondi, dalam tanggapannya atas pertanyaan Anadolu dalam pengarahan PBB di Jenewa.
"Dan saya pikir Anda bisa memahami kami pada saat ini, begitu kami memiliki analisis lebih mendalam tentang apa arti perintah ini, kami akan dapat memberikan umpan balik kepada Anda," lanjut Omondi, seraya menambahkan bahwa lembaga tersebut masih dalam proses menganalisis dampak perintah itu karena dokumennya baru saja diterbitkan.
Shabia Mantoo, juru bicara UNHCR, mengulangi pernyataan Omondi dan menambahkan, "Kami juga sedang meninjau perintah eksekutif baru ini dan ... kami menyadari potensi masalah yang mungkin timbul ... Namun, kami harus menunggu hingga hal tersebut terjadi dan kemudian kembali memberikan informasi kepada Anda."
Pada Senin (20/1), Presiden AS yang baru dilantik, Donald Trump, menandatangani perintah eksekutif yang menyatakan keadaan darurat nasional di perbatasan selatan AS, yang membuka jalan untuk pengiriman pasukan militer AS ke wilayah tersebut.
"Semua yang masuk secara ilegal (ke AS) akan segera dihentikan," kata Trump.
"Kami akan menghidupkan kembali kebijakan 'Tetap di Meksiko' saya untuk 'mengusir invasi bencana' ke negara ini," tambahnya.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Indonesia, EU, IOM luncurkan indeks risiko migrasi akibat iklim RICD
Penerjemah: Primayanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2025