Jakarta (ANTARA) - Belakangan ini, keterlibatan TNI dalam program Food Estate menjadi sorotan publik. Sejumlah pihak mempertanyakan bahkan mengkritik peran militer dalam proyek besar yang digadang-gadang mampu memperkuat ketahanan pangan nasional itu.

Tuduhan tentang potensi pelanggaran hak asasi manusia dan kekhawatiran akan militerisasi sektor pangan mengemuka, menciptakan polemik yang seolah-olah membayangi substansi utama program tersebut.

Namun, melihat peran TNI dari kacamata yang sempit dan tendensius tentu merupakan sebuah kesalahan.

TNI bukanlah institusi yang berdiri di luar kepentingan rakyat. Sejarah mencatat bahwa sejak kelahirannya, TNI merupakan bagian dari rakyat dan tumbuh bersama rakyat.

Doktrin kemanunggalan TNI dengan rakyat juga bukan sekadar jargon kosong, melainkan sebuah realitas yang telah teruji dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks Food Estate, keterlibatan TNI bukanlah bentuk penyimpangan dari tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan negara.

Justru sebaliknya, TNI memahami bahwa kedaulatan pangan adalah elemen fundamental dalam menjaga stabilitas nasional.

Sebuah negara yang tidak memiliki ketahanan pangan yang kuat akan mudah terombang-ambing oleh tekanan global, baik dalam bentuk krisis ekonomi, fluktuasi harga komoditas, maupun ketergantungan terhadap impor pangan.

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam sektor pangan. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan industri dan permukiman, serta perubahan iklim yang mengancam produktivitas pertanian, semuanya berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional.

Tanpa intervensi strategis dan komitmen besar dari berbagai pihak, Indonesia berisiko kehilangan kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangannya sendiri.

Food Estate hadir sebagai solusi jangka panjang untuk menjawab tantangan ini. Program ini bertujuan meningkatkan produksi pangan nasional, mengurangi ketergantungan terhadap impor, serta mengoptimalkan lahan-lahan potensial di berbagai wilayah Indonesia.

Selain itu, Food Estate juga berupaya membangun infrastruktur pertanian yang lebih modern dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui efisiensi produksi serta peningkatan harga jual komoditas pangan.


Peran TNI

Sebagai institusi yang memiliki sumber daya manusia dengan disiplin tinggi, jaringan luas hingga ke pelosok negeri, serta pengalaman dalam mengelola proyek berskala besar, TNI berkontribusi dalam memastikan keberhasilan program Food Estate.

Keterlibatan mereka tidak hanya sebatas pada aspek keamanan, tetapi juga dalam membantu pembangunan infrastruktur, memberikan pendampingan kepada petani, serta memastikan program ini dapat berjalan secara efektif dan tepat sasaran.

Bukan kali ini saja TNI terlibat dalam program pembangunan nasional. Sejak lama, TNI telah berkontribusi dalam berbagai sektor seperti pembangunan jalan di daerah terpencil, pendampingan pertanian melalui Babinsa, hingga program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) yang membantu percepatan pembangunan di wilayah-wilayah tertinggal.

Justru, keberadaan TNI dalam program-program semacam ini menunjukkan bahwa mereka bukan hanya pasukan bersenjata, tetapi juga kekuatan pembangunan yang berorientasi pada kepentingan rakyat.

Bagi petani dan masyarakat di daerah yang menjadi sasaran program Food Estate, keterlibatan TNI justru memberikan rasa aman dan kepastian.

Kehadiran mereka membantu mempercepat proses pengelolaan lahan, memastikan distribusi sarana produksi berjalan lancar, serta mencegah kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan pribadi dari proyek ini.

Namun, tentu saja keterlibatan TNI dalam Food Estate harus tetap berada dalam koridor yang jelas.

Transparansi dalam pelaksanaan program menjadi kunci agar tidak muncul kesalahpahaman dan kecurigaan yang berlebihan.

Pemerintah perlu menjelaskan secara gamblang mengenai peran dan batasan TNI dalam proyek ini, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang keliru di masyarakat.

Lebih jauh, penting untuk menyoroti bahwa Food Estate bukan hanya tentang peningkatan produksi pangan dalam skala besar, tetapi juga mengenai keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan petani.

Program ini tidak boleh hanya berfokus pada aspek kuantitatif semata, tetapi juga harus memperhatikan dampak lingkungan serta memastikan bahwa petani mendapatkan manfaat yang nyata.

Pengelolaan yang berbasis agroekologi, diversifikasi tanaman, serta pemanfaatan teknologi pertanian yang ramah lingkungan harus menjadi bagian dari skema besar Food Estate.

Ke depan, tantangan terbesar dari program ini bukan hanya soal produksi, tetapi juga distribusi dan tata kelola yang efektif.

Indonesia kerap menghadapi ironi surplus produksi di satu daerah, tetapi mengalami kelangkaan di daerah lainnya.

Oleh karena itu, Food Estate harus didukung oleh sistem logistik pangan yang efisien, termasuk pembangunan cold storage, jalur distribusi yang terintegrasi, serta pemberdayaan koperasi petani agar mereka memiliki daya tawar yang lebih kuat dalam rantai pasok pangan nasional.

Pada akhirnya, jika dikelola dengan baik dan melibatkan semua pemangku kepentingan secara sinergis, Food Estate berpotensi menjadi game-changer dalam sektor pangan Indonesia.

Dalam konteks ini, TNI bukanlah ancaman bagi keberlanjutan pertanian, tetapi justru mitra strategis dalam memastikan bahwa program ini dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat yang nyata bagi rakyat.

Masyarakat perlu melihat keterlibatan TNI dalam Food Estate dari perspektif yang lebih luas. Ini bukan tentang militerisasi sektor pangan, tetapi tentang sinergi antara berbagai elemen bangsa dalam menjaga kedaulatan negara, termasuk dalam aspek ketahanan pangan.

Kemanunggalan TNI dengan rakyat bukanlah mitos, melainkan sebuah fakta yang telah terbukti sepanjang sejarah Indonesia.

Maka, mari semua berhenti berpolemik dan mulai bergerak bersama untuk memastikan bahwa Food Estate benar-benar menjadi solusi bagi masa depan pangan Indonesia.


*) Penulis adalah Ketua Forum Bersama Bhinneka Tunggal Ika dan Dosen UCIC Cirebon.

Copyright © ANTARA 2025