banyak legistatif perempuan juga terkadang perspektifnya masih sangat bias terhadap kepentingan perempuan."
Bandarlampung (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo dinilai telah menempatkan menteri perempuan pada posisi strategis di Kabinet Kerja yang dipimpinnya, kata aktivis "Save the Children" untuk Wilayah Lampung, Renvi Liasari, di Bandarlampung, Senin.

"Persentase jumlah menteri perempuan hanya 23,5 persen dibanding jumlah menteri laki laki di Kabinet Kerja Jokowi-JK, jumlahnya memang masih jauh dari ideal," katanya.

Tapi jika dilihat lebih cermat lagi, delapan menteri perempuan yang ada diposisikan pada isu-isu strategis yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

"Sebut saja Puan Maharani yang berperan penting dalam mengarahkan dan mengkoordinasi pembangunan manusia Indonesia ke depan akan seperti apa," ujarnya.

Kemudian, kata Renvi menambahkan, ada Rini M Soemarno yang berperan penting meningkatkan kinerja Badan Usahan Milik Negara (BUMN) yang dimiliki pemerintah sehingga hasilnya dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

"Dan tentu saja keterwakilan perempuan untuk menduduki posisi Menteri Sosial, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diharapkan akan lebih mewarnai kebijakan properempuan dan anak. Dan tentu saja penempatan Retno Lestari Priansari Marsudi Menteri Luar Negeri diharapkan akan membuat wajah baru hubungan diplomatik negara kita dengan negara lain yang lebih harmonis," kata Renvi.

Ana Yunita Pratiwi dari LSM Damar mengharapkan partisipasi keterlibatan perempuan tidak hanya dilihat dari segi kuantitas.

Ana berharap pembangunan yang dicanangkan Kabinet Kerja ke depan lebih ke kualitas pembangunan yang responsif gender.

"Memang penting melibatkan perempuan dalam konteks pembangunan. Namun yang terpenting bukan jenis kelamin tapi yang terpenting perspektifnya. Karena banyak legistatif perempuan juga terkadang perspektifnya masih sangat bias terhadap kepentingan perempuan," ujar alumni Civic Education for Future Indonesia Leaders (CEFIL) Level II itu.

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014