Agenda ekonomi Trump ini menyebabkan ketidakpastian yang tercermin dari adanya gejolak dalam pasar obligasi

Jakarta (ANTARA) - Ekonom sekaligus Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menyampaikan bahwa pelaku pasar terpantau bereaksi negatif terhadap sinyal dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang bersikap akan cenderung hawkish pada tahun 2025.

Dalam pertemuan Rabu (29/01) waktu AS, Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan bahwa The Fed tidak akan terburu- buru dalam memangkas suku bunga acuannya dalam pertemuan berikutnya.

Nafan menjelaskan sikap The Fed tersebut seiring terjadinya kenaikan harga dan kondisi ketenagakerjaan di AS.

"Kondisi itu telah memberikan tekanan terhadap inflasi AS selama tiga bulan terakhir," katanya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

“Inflasi AS telah naik mendekati 3 persen dari 2,4 persen pada September 2024, ketika sebelumnya The Fed melakukan pelonggaran moneternya,” ujar Nafan.

Ia melanjutkan, ditambah adanya agenda ekonomi Presiden AS Donald Trump terkait dengan pajak impor yang akan dibebankan kepada konsumen, sehingga juga akan memberikan tekanan terhadap inflasi AS.

“Agenda ekonomi Trump ini menyebabkan ketidakpastian yang tercermin dari adanya gejolak dalam pasar obligasi,” ujar Nafan.

Di sisi lain, Ia mengatakan bahwa penghentian sementara pemangkasan suku bunga oleh The Fed dilakukan pada saat Donald Trump mendesak Ketua The Fed Jerome Powell untuk terus memangkas suku bunga acuan demi memacu pertumbuhan ekonomi AS.

“Sehingga, dikhawatirkan menghidupkan kembali friksi antara The White House dengan The Fed yang menjadi ciri khas masa jabatan pertama Trump,” ujar Nafan.

Dengan adanya tekanan terhadap inflasi di AS, Nafan menjelaskan bahwa telah memberikan pengaruh terhadap volatilitas pasar obligasi dan memberikan dampak terhadap pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Dengan pelemahan nilai tukar rupiah itu, lanjutnya, wajar apabila Bank Indonesia (BI) pada Desember 2024 cenderung menahan diri untuk menerapkan kebijakan pelonggaran moneter.

“Dibandingkan The fed yang telah menerapkan kebijakan moneter pada Desember 2024, ini yang membuat market kita terdepresiasi waktu November dan Desember 2024,” ujar Nafan.

Baca juga: Pasar saham RI catat transaksi harian Rp12,45 triliun pekan ini

Baca juga: BEI : Ada 17 perusahaan beraset jumbo antre IPO di pasar modal RI

Baca juga: Ekonom sebut pelaku pasar 'wait and see' kebijakan Donald Trump

Baca juga: Pengamat: Pasar saham RI akan 'rally' seiring BI pangkas suku bunga

Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025