Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan bahwa berdasarkan survei awal terhadap Indo-Pasifik, pemerintah Republik Indonesia melihat hubungan dengan China sangat erat yang sudah berlangsung sejak era pemerintahan Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Riset Hukum BRIN Emilia Yustiningrum saat menanggapi hasil ASEAN Peoples' Perceptions Survey (APPS) yang dilakukan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang menyatakan China dipandang sebagai mitra paling relevan bagi masa depan ASEAN.
“Dari survei (BRIN) ini, terlihat bahwa hubungan antara Indonesia dan China sangat erat. Hal ini terjadi karena sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Presiden Joko Widodo, hubungan antara kedua negara terus menguat,” katanya saat diskusi publikasi laporan APPS 2024 di Jakarta, Kamis.
Emilia menyampaikan survei awal mengenai persepsi elit Indonesia terhadap Indo-Pasifik bertujuan untuk memahami lebih dalam mengenai pandangan pemerintah Indonesia terhadap Indo-Pasifik. Survei dilakukan kepada 10 kementerian yang berperan dalam pengelolaan kawasan Indo-Pasifik di Indonesia.
Melalui pertanyaan dalam survei tersebut, BRIN melihat setidaknya ada empat poin yang berkaitan dengan hubungan Indonesia-China, yaitu mitra material yang paling tidak tersentuh adalah China, mitra yang paling menguntungkan dalam pertumbuhan ekonomi adalah China.
Negeri Tirai Bambu tersebut juga menjadi negeri dengan proyeksi kekuatan sosial terkuat dan mitra yang paling relevan untuk masa depan negara kepulauan juga mencakup China.
“Hal ini karena dari survei kami, kami melihat bagaimana pemerintah China mencoba bersikap terhadap hubungan internasional, hal itu terjadi di semua tingkatan,” ucapnya.
Tingkat pertama adalah hubungan antar kepala negara yang terlihat saat Presiden Xi Jinping memperkenalkan inisiatif 12 tahunan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013 yang kemudian diperkenalkan kembali kepada Parlemen Indonesia pada 2015.
Hubungan tersebut berlanjut di era Presiden Joko Widodo, di mana kerja sama antara Indonesia dan China tidak hanya terjadi di tingkat kepala negara tetapi juga di tingkat kementerian.
“Pemerintah China juga berupaya meningkatkan hubungan dengan masyarakat Indonesia secara umum, terutama melalui institusi akademik. Yang menarik, pemerintah Tiongkok mendekati universitas Islam, seperti IAIN Surabaya, untuk memperkuat hubungan,” lanjutnya.
Tak hanya itu, Emilia mengungkao bahwa peran diaspora China di Indonesia juga sangat kuat. Investasi China semakin mendekati masyarakat Indonesia dengan bekerja sama dengan diaspora China yang telah lama tinggal di Indonesia.
“Inilah alasan mengapa hasil survei kami sangat berkaitan dengan survei FPCI, bahwa kesan hubungan erat antara China dan Indonesia sangat kuat,” kata dia.
Adapun ASEAN Peoples' Perceptions Survey mencatat bahwa China sebagai mitra paling relevan bagi masa depan ASEAN memperoleh suara 31,9 persen. Disusul dengan Korea Selatan dan Jepang yang masing-masing memiliki persentase 19,58 persen dan 19,43 persen.
Baca juga: Dubes Wang: Hubungan RI-China jadi jangkar stabilitas bagi dunia
Baca juga: Lemhannas: Kesepakatan Prabowo-Xi Jinping pererat hubungan dua negara
Baca juga: Hubungan Indonesia-China: strategi memanfaatkan diplomasi budaya
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025