Jakarta (ANTARA News) - Insiden ledakan bom di Restoran A&W Kramat Jati Indah, Jakarta Timur, Sabtu siang, merupakan penyampaian "pesan" terkait dengan rencana kunjungan Presiden George W. Bush, namun aparat keamanan dibantu masyarakat hendaknya perlu mengantisipasi ancaman yang tidak kasat mata, seperti serangan senjata kimia dan biologi, kata seorang pengamat intelijen. "Aparat keamanan bersama masyarakat harus mampu mengamankan kunjungan Bush, karena ini mempertaruhkan kredibilitas dan nama bangsa Indonesia. Selain mengantisipasi ancaman yang kasat mata seperti bom, aparat harus pula mewaspadai ancaman yang tidak kasat mata, seperti senjata kimia dan biologi. Di antaranya antraks," kata Pengamat Intelijen, Wawan H. Purwanto, kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu malam. Menurut Wawan, insiden bom di restoran cepat saji itu merupakan bagian dari ancaman teroris yang menggunakan momentum kunjungan Bush untuk memberikan pesan berupa "sikap protes" terhadap kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah maupun kebijakan dalam negeri AS yang diskriminatif terhadap para pendatang. "Dalam hal ini, tidak masalah apakah bom itu kecil atau besar, yang penting itu adalah sebuah pesan. Dan ini adalah sinyal bagi kita untuk waspada dan pro-aktif. Tidak hanya aparat keamanan yang harus waspada dan pro-aktif, tetapi juga anggota masyarakat dan 'security' (keamanan) lokal," katanya. Pengamat intelijen kelahiran Kudus 10 November 1965 itu lebih lanjut mengatakan pelaku tampak masih tergolong "amatir", namun tidak berarti bahwa dia melakukan itu seorang diri. "Pasti ada pengendalinya dan ada yang memasok serta 'mapping' (pemetaan lokasi) selama berminggu-minggu," katanya. Menjawab pertanyaan tentang kondisi di Kota Bogor dan sekitarnya, dengan Istana Bogor akan menjadi tempat pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Bush 20 November mendatang, Wawan mengemukakan aparat keamanan tampaknya telah melakukan sterilisasi sepanjang masa persiapan kunjungan, sehingga pelaku teror cenderung mencari tempat-tempat yang tidak terduga. "Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah semua pihak juga perlu mewaspadai ancaman yang tidak kasat mata, seperti senjata kimia dan biologi, seperti antraks dan lain sebagainya," kata Wawan. Dalam perkembangan lain, Kapusten Mabes TNI, Laksamana Muda TNI Sunarto Sjoekrono Putro, menjelaskan Mabes TNI belum akan meningkatkan pengamanan menyusul insiden ledakan bom di Restoran A&W Kramat Jati Indah, Jakarta Timur, Sabtu siang itu. "Seluruh prosedur tetap yang dilakukan TNI untuk pengamanan tamu-tamu VVIP telah dirancang untuk mengantisipasi segala bentuk ancaman keamanan, termasuk teror bom," katanya. Hingga saat ini, TNI masih menyerahkan sepenuhnya penyelidikan lebih lanjut mengenai insiden yang menyebabkan satu orang terluka, katanya. Jadi, TNI masih akan menunggu hasil penyelidikan Polri tentang insiden tersebut, terutama mengenai motif peledakan, kata Sunarto. "Tetapi yang jelas, semua bentuk pengamanan TNI bagi tamu-tamu kenegaraan telah dirancang untuk mengantisipasi berbagai jenis ancaman, katanya menegaskan. Untuk pengamanan kunjungan Bush ke Indonesia itu, TNI menurunkan sekitar 10 penembak jitu (sniper) serta personel Satuan Khusus 81 Penanggulangan Teror (Gultor) Kopassus. Mereka ditempatkan di sejumlah titik yang akan dilalui dan disinggahi Presiden Bush selama beberapa jam kunjungannya di Indonesia. Dalam insiden ledakan itu, korban yang terluka diidentifikasi petugas kepolisian berinisial MN. Warga Kelurahan Bidara China, Jatinegara, Jakarta Timur, itu diduga petugas kepolisian sebagai pelaku ledakan dan telah dilarikan ke ruang UGD RS Polri Kramat Jati. Kapolres Jakarta Timur, Kombes Robinson, menyebutkan tidak ada korban dalam insiden tersebut. (*)

Copyright © ANTARA 2006