Jakarta (ANTARA News) - Prestasi mencegat dan memaksa turun pesawat terbang asing kembali ditunjukkan jajaran TNI AU. Kali ini, satu pesawat terbang pribadi asing berkecepatan suara tipe Gulfstream IV, dikejar dan dipaksa turun oleh Thunder flight Sukhoi Su-27/30MKI Flankers Skuadron Udara 11 TNI AU.

"Peristiwanya Senin kemarin, jajaran kami memaksa mendarat pesawat terbang dengan operator Saudi Arabian Airlines bernomor registrasi HZ-103, rute Singapura-Darwin, dengan tujuan akhir Brisbane, Australia," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama TNI Hadi Tjahjanto, di Jakarta, Selasa.

Jika pada kebanyakan kasus penerbangan tanpa ijin pesawat asing ini terjadi pada pesawat-pesawat terbang bermesin piston, maka Gulfstream IV --pesawat jet eksekutif berkecepatan hingga 1 Mach (kecepatan suara-- menjadi pembuktian kebolehan para penerbang tempur TNI AU itu.

"Pesawat terbang jet asing itu sempat mencoba melarikan diri dengan kecepatan tinggi namun tetap dapat disergap Thunder flight Sukhoi pada jarak 150 km timur laut Kupang pada ketinggian 41.000 kaki permukaan laut dan kecepatan 450 knot dari Makassar," kata Tjahjanto.

Gulfsream IV asing ini akhirnya didaratkan secara paksa di Pangkalan Udara TNI AU Eltari, Kupang. "Pilotnya sempat memberi data ijin penerbangan yang bukan untuk dia kepada otoritas penerbangan nasional," kata Tjahjanto.
 
Menurut dia, operasi penyergapan di bawah kendali Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II, Marsekal Pertama TNI Tatang Herlyansah, di pusat operasinya di Makassar.

Adalah Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional TNI, Marsekal Muda TNI Hadiyan Sumintaatmaja, yang memberi komando sepenuhnya atas semua operasi itu, dari markasnya, di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Dengan persenjataan lengkap, apalagi diketahui pesawat terbang asing itu bisa berkecepatan di atas 1 Mach, Thunder flight berkekuatan dua Sukhoi Su-30MKI diterbangkan dari pangkalannya, Pangkalan Udara Utama TNI AU Hasanuddin, Makassar.

Semuanya dilengkapi peluru kendali udara-ke-udara jarak dekat Vympel R-73 Archer. Dalam pertempuran jarak dekat, amunisi 30 milimeter dari kanon Griyasev-Shipunov-nya bisa merontokkan struktur utama fuselage pesawat terbang lawan.

Jika Vympel R-73 Archer ini ditembakkan, bisa dibilang lawan di udara dipastikan binasa karena kecepatan lesatnya hingga 2,5 Mach dan kemampuannya terus menjejaki sasaran yang telah dikunci. Hulu ledaknya diisi propelan berdaya ledak tinggi dengan sistem kendali radio-homing.

Disebut-sebut, Archer merupakan "penyempurnaan" peluru kendali udara-ke-udara AIM-9 Sidewinder dan AIM-132 ASRAAM, IRIS-T, MICA, serta beberapa lain sistem peluru kendali serupa buatan negara-negara NATO.

Peluru kendali dan sistem kesenjataan lain yang dibeli sekitar tiga tahun terakhir pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Yudhoyono di tubuh Sukhoi Su-27/30MKI inilah yang semakin meningkatkan keandalan dan daya gentar armada tempur udara TNI AU.

Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014