Jakarta (ANTARA News) - Rapor merah kerja meneer Louis Van Gaal saat menangani Manchester United (MU) dalam kurun tiga bulan lebih mengundang tanya apakah dewi Fortuna masih bersedia bersetia dengan pelatih asal Belanda itu. Sedia payung sebelum "hujan" pemecatan datang.

Selamat datang di dunia kerja! Sukses bertuah sukacita; gagal berujung pemecatan. Dan Van Gaal belum juga mampu menunjukkan hasil kerja positif selama membesut Wayne Rooney dan kawan-kawan dalam sepuluh pekan perjalanan di sirkuit Premier League.

Setelah kekalahan 0-1 dari Manchester City dalam derbi Manchester di Stadion Etihad pekan lalu, United kini tersungkur di peringkat kesepuluh klasemen sementara Premier League 2014/15, tertinggal 13 poin dari pimpinan klasemen sementara, Chelsea.

Van Gaal  baru memenangi tiga laga di liga hingga pekan pertama November. Kini tak ada lagi bulan madu bagi pelatih yang digadang-gadang bakal mengerek prestasi skuat Iblis Merah pasca pemecatan David Moyes.

Yang tinggal sekarang, media massa Inggris yang dikenal kerapkali melontarkan pernyataan sinis ramai-ramai menderetkan "dosa-dosa" Van Gaal ketika berada dan bertarung di Old Trafford. Tudingan terarah dan tersaripati bahwa manajer United itu telah bernalar waras meski sukses belum juga bersua.

Palu godam penghakiman siap dijatuhkan, vonis pengadilan para pendukung setia United siap diarahkan kepada Van Gaal.

Mereka pendukung setia United berujar dan berteriak, "kalau memang tidak becus bekerja, silakan mengundurkan diri." Di hadapan nalar waras, di hadapan bobot kehormatan yang disandang dari sebuah pekerjaan, maka kegagalan perlu dilunasi dengan pemecatan.

Van Gaal sedang menjalani proses pengadilan dari adagium bahwa "mereka yang bekerja lancar biasanya bernalar waras juga". Bermodal bernalar waras itulah, tercetus sejumlah pertanyaan: mengapa United sampai menelan empat kekalahan beruntun justru dari City yang terlanjur dilabel sebagai tetangga sebelah yang berisik?

Mengapa capaian Van Gaal tidak lebih baik dibandingkan dengan Moyes? Mengapa United nyata-nyata gagal meraih "clean sheet" dalam enam laga?

Mengapa Van Gaal belum sekali pun mempersembahkan  kemenangan di laga tandang? Mengapa sepanjang tahun ini, lima pemain MU telah menerima kartu merah?

Mengapa lini depan United tidak produktif karena hanya memproduksi tujuh gol yang dicetak Wayne Rooney, Robin Van Persie, dan Radamel Falcao hingga pekan kesepuluh Premier League?

Pertanyaan-pertanyaan itu terlahir dari rahim akal waras. Pertanyaan-pertanyaan bernuansa subversif itu justru mencuat setelah Van Gaal menghabiskan dana sebanyak 150 juta pound untuk merekrut sejumlah anyar, termasuk mendatangkan Angel Di Maria dari Real Madrid?

Harga setimpal dengan bukti prestasi. Mereka yang mendapat banyak wajib memberi banyak juga. Ini aksioma Van Gaal saat bercokol di Old Trafford. Ketika melawan City di Stadion Etihad, justru skuat tajir United terlihat tidak sepadan dengan merk mereka.

Aksioma Van Gaal dibenarkan oleh statistik yang dirilis oleh Opta, bahwa pencapaian United ketika diarsiteki Moyes musim lalu dalam 10 laga perdana justru lebih baik ketimbang prestasi skuat racikan pelatih berpaspor Belanda itu?

Bagaimana Van Gaal merespons? Jelas-jelas bahwa manajer yang didapuk manajemen United sejak 19 Mei 2014 itu bukan tanpa segudang pengalaman mengampu skuat bola.

Sebelum mendarat di Premier League, ia merapatkan bahteranya di pelabuhan Ajax, Barcelona, AZ Alkmaar dan Bayern Muenchen. Ia bahkan memenangi sederet gelar di liga Belanda, Spanyol dan Jerman. Pada 1995, ia membawa Ajax meraih trofi Liga Champions pada 1995. Ia juga telah dua kali ditunjuk sebagai pelatih timnas Belanda.

Aksioma Van Gaal berujung kepada hukum alam bahwa kita tidak tahu akan apa yang terjadi di masa depan berkaitan dengan ziarah hidup yang disebut-sebut sebagai mampir minum belaka (mampir ngombe).

Dirumus secara positif, bahwa kita hanya perlu belajar menerima dan menyambut dengan sukacita segala sesuatu yang tidak terduga sebelumnya.

Ketika dukacita datang, kekalahan datang, dukacita datang, maka yang perlu dilakukan hanyalah berserah kepada Yang Ilahi. Kegagalan, kekalahan, dan kekelaman justru memberi kesempatan untuk menyongsong kegembiraan dan sukakcita.

Filosof Dorothy Fadiman menulis bahwa manusia perlu gagah berani membuat banyak lompatan baik kecil maupun besar, meski tidak ada jaminan apapun. Dunia selalu berubah-ubah layaknya perputaran dan pergantian musim. Untuk itu aturan main atau "The Rules of the game" tidak berlaku selama-lamanya.

Merespons kegagalan dan kekalahan, lantas keseimbangan baru perlu diciptakan meski tidak harus membuat peraturan-peraturan baru yang juga tak pernah seratus persen baru juga. Ini juga tidak berarti harus ditempuh dan dijalankan dengan cara radikal, artinya membongkar keadaan sampai ke akar-akarnya.

Yang perlu dilakukan, mengajukan pertanyaan secara kritis, menerobos dan menumpas segala kebekuan dengan menggunakan kreativitas bermodalkan nalar sehat. Van Gaal perlu kreatif dengan menjalankan dan menerapkan sejumlah langkah baru dengan memasukkan para pemain muda ke skuat United.        
    
Bukan kebetulan bahwa Van Gaal sedang menyiapkan skenario untuk menggantikan Van Persie di posisi striker dengan menurunkan pemain muda James Wilson dalam pertandingan melawan Crystal Palace yang digelar di Old Trafford pada Sabtu (8/11).

Ia benar-benar terkesan dengan penampilan Wilson yang kini berusia 18 tahun, sebagaimana dikutip dari situs Manchestereveningnews.

Dengan Radamel Falcao yang masih dibekap cedera, Wilson bakal bertandem dengan Wayne Rooney di lini depan, kalau memang Van Persie tidak diturunkan dalam pertandingan melawan Palace.

Van Gaal mulai memberi kepercayaan kepada sejumlah pemain muda saat melakoni laga domestik. Di ajang Premier League musim ini, ia menurunkan Tyler Blackett, Paddy McNair dan  Jesse Lingard.

Nama Wilson mulai muncul pasca kepergian Danny Welbeck dan Javier Hernandez. "Ini saat yang penting bagi saya," kata Wilson. "Sejak dua pemain hengkang dari sini, Chicharito dijual dan Danny pindah ke Arsenal, lantas saya berpeluang besar. Saatnya saya memberi bukti  dengan tampil apik di lapangan."

Hanya saja, Van Gaal tidak berencana melakukan penguatan skuad Manchester United (MU) dengan membeli sejumlah pemain anyar pada Januari 2015. Pelatih asal Belanda itu lebih memilih fokus sampai musim depan, sebagaimana dikutip dari situs Guardian.

Disebut-sebut bahwa MU bakal mengincar sejumlah bek pasca kepergian Vidic, Ferdinand, dan Evra. Van Gaal perlu mencari bek baru di bursa transfer musim dingin pada Januari 2015.

Sejumlah bek masuk nominasi, antara lain bek tengah Borussia Dortmund, Matt Hummels, Winston Reid (West Ham United), bek Atletico Madrid, Diego Godin, dan bek Aston Villa, Ron Vlaar.

Yang perlu dilakukan Van Gaal jika ingin bekerja waras bernalar lancar, yakni memandang yang lama dengan cara yang baru dengan mempertajam lini depan dan memperkokoh lini pertahanan.

Yang perlu ditempuh manajer asal Belanda itu yakni memiliki kepekaan akan sejumlah masalah (sensitivity to problems) untuk melihat dengan jernih segala hambatan dan membuka cakrawala kemungkinan-kemungkinan baru.

Tinggal sekarang, apakah hati Van Gaal memang ada di relung kubu MU? Di mana hatimu, disitu bersemayam suksesmu.

Pepatah Latin klasik menulis, bahwa "extremis malis extrema remedia" (dalam hal-hal yang paling buruk sekali pun, akan diperoleh obat mujarab yang luar biasa.
(T.A024)   
   

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014