stagnasi berarti menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak bergerak, seperti yang terjadi pada Jepang dan Jerman

Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom PermataBank Josua Pardede mengatakan bahwa perekonomian Indonesia masih menunjukkan daya tarik yang tetap baik atau mengalami stabilitas dibandingkan dengan negara-negara lain dalam anggota G20.

Ia menegaskan bahwa stabilitas tidak sama dengan stagnasi. Adapun stagnasi berarti menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak bergerak, seperti yang terjadi pada Jepang dan Jerman.

“Ini perlu kami tekankan bahwa stabilitas itu berbeda dengan stagnasi. Jadi kami mencatat di sini bahwa ekonomi Indonesia itu mengalami stabilitas, bukan mengalami stagnasi,” dalam Media Briefing PIER Economic Review: FY 2024 secara virtual di Jakarta, Senin.

Dibandingkan dengan sebagian besar negara anggota G20, Josua mengatakan bahwa perekonomian Indonesia tetap memiliki fundamental yang baik.

Permata Institute for Economic Research (PIER) menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap resilient di tengah tantangan global sebesar 5,03 persen di tahun 2024.

Untuk tahun 2025, PermataBank memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai di angka antara 5,0 persen hingga 5,2 persen.

Josua menyampaikan proyeksi ekonomi Indonesia yang cenderung stabil hingga 2026 sejalan dengan proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, maupun Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).

Namun, berdasarkan proyeksi global, ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China diperkirakan akan terus mengalami perlambatan. Di sisi lain, ekonomi negara di kawasan Eropa menunjukkan adanya perbaikan pada tahun ini.

“Untuk pertumbuhan ekonomi (Indonesia), kami perkirakan sepanjang tahun ini masih akan berkisar di kisaran 5,1 persen. Tepatnya 5,11 persen,” kata Josua.

Konsumsi rumah tangga, imbuh Josua, masih akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini. Sementara itu, kinerja ekspor diperkirakan akan cenderung mengalami perlambatan karena konsekuensi dari dampak perlambatan global, khususnya berasal dari mitra dagang utama Indonesia yaitu China dan AS.

“Inflasi kami perkirakan masih akan tetap terkendali di kisaran tetap di bawah 3 persen,” ujar dia.

Defisit fiskal diperkirakan akan berkisar di angka 2,4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal ini sebagai implikasi potensi peningkatan dari sisi belanja (spending) pemerintah, sedangkan di sisi lain terdapat potensi penurunan dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dari sisi pergerakan imbal hasil (yield) surat utang, PermataBank memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun akan relatif stabil atau masih di atas 7 persen atau kisaran 7 persen hingga 7,3 persen.

Berikutnya, Josua memperkirakan neraca transaksi berjalan (current account) pada 2025 berada di kisaran 1,18 persen dari PDB, melebar dibandingkan tahun sebelumnya yang ada di kisaran 0,7 persen dari PDB.

Adapun nilai tukar rupiah pada tahun ini diproyeksikan tetap berada di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500.

Dari sisi arah suku bunga kebijakan, Josua mengatakan bahwa pasar mengekspektasikan terjadinya penurunan suku bunga acuan pada sebagian besar bank sentral negara-negara lain, kecuali Bank Sentral Jepang atau Bank of Japan (BOJ) yang diekspektasikan akan meningkatkan suku bunganya.

“Untuk BI Rate-nya, kami perkirakan akan cenderung stabil yaitu 5,75 persen (pada tahun 2025),” kata Josua.

Baca juga: Ekonom Permata Bank soroti tiga risiko ekonomi pada 2025

Baca juga: Ekonom ingatkan efisiensi anggaran dapat perlambat pertumbuhan ekonomi

Baca juga: Ekonom perkirakan inflasi kembali naik setelah diskon listrik berakhir

Baca juga: Ekonom sebut pentingnya menjaga pengelolaan surplus produksi beras

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025