Pemeriksaan kesehatan gratis meliputi pengukuran tekanan darah, tes risiko jantung dan stroke, serta pemeriksaan mata. Pemeriksaan kesehatan tersebut kecil kemungkinan menghasilkan limbah medis berkategori infeksius

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) mengatakan layanan Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang dimulai hari ini memiliki potensi kecil menghasilkan limbah medis infeksius, yang perlu ditangani secara khusus.

"Pemeriksaan kesehatan gratis meliputi pengukuran tekanan darah, tes risiko jantung dan stroke, serta pemeriksaan mata. Pemeriksaan kesehatan tersebut kecil kemungkinan menghasilkan limbah medis berkategori infeksius," kata Deputi Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) KLH/BPLH Ade Palguna Ruteka menjawab pertanyaan ANTARA dari Jakarta, Senin.

Dia menyebut Program CKG yang mulai dilakukan pada lebih dari 10 ribu puskesmas di Tanah Air pada hari ini kebanyakan meliputi jenis skrining yang tidak menghasilkan limbah infeksius, seperti darah, kain kasa, botol, dan selang infus, serta jarum suntik.

Baca juga: KLH imbau pengelolaan khusus jika CKG hasilkan limbah infeksius

Kecil kemungkinan juga, kata dia, menghasilkan limbah radiologi dan radioaktif, yang juga memerlukan penanganan khusus dari pengelola limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Namun jika memang dalam pemeriksaan tersebut menghasilkan limbah medis yang masuk dalam kategori infeksius, maka pihaknya mengimbau pengelola fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) atau puskesmas yang melaksanakan CKG untuk memberikan perhatian khusus.

"Puskesmas wajib melakukan penyimpanan dan segera mengolah dan/atau menyerahkannya ke fasilitas Pengolahan Limbah B3 yang telah mendapatkan kelayakan operasi dari KLH," tuturnya.

Baca juga: KLHK: Sejumlah daerah akan terima sarana limbah infeksius B3

Sebelumnya pemerintah secara serentak memulai Program CKG pada Senin (10/2). Layanan itu menyasar seluruh masyarakat Indonesia yang berulang tahun, dibagi dalam kelompok umur mulai di bawah enam tahun, usia sekolah, usia dewasa, hingga lanjut usia.

Untuk bayi baru lahir akan dilakukan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK). Balita dan anak prasekolah akan menjalani pemeriksaan pertumbuhan, perkembangan, serta deteksi dini terhadap penyakit seperti tuberkulosis, gangguan pendengaran, masalah mata, gigi, thalasemia, dan gula darah.

Bagi masyarakat kategori usia dewasa, pemeriksaan mencakup evaluasi terhadap faktor risiko kardiovaskular dan paru, seperti tuberkulosis dan PPOK. Dilakukan pula deteksi dini terhadap kanker payudara, kanker leher rahim, kanker paru, dan kanker usus, fungsi indera, serta kesehatan jiwa, hati dan calon pengantin.

Sementara itu pemeriksaan pada lansia difokuskan pada deteksi masalah kesehatan umum, seperti geriatri atau kesehatan usia lanjut, gangguan kardiovaskular, paru, kanker, fungsi indera, serta kesehatan jiwa dan hati.

Baca juga: Dialog dengan warga Surabaya, Menkes imbau sering-sering cek kesehatan

Baca juga: Kemenkes: Pendaftaran Cek Kesehatan Gratis cukup dengan KTP

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025