Jakarta (ANTARA News) - Pro dan kontra yang sempat mewarnai rencana pengangkatan Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjadi gubernur defenitif sudah usai.

Dua hari lalu, tepatnya Senin (17/11) Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta Presiden Joko Widodo untuk melantik Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Presiden Joko Widodo memutuskan prosesi pelantikan Ahok digelar di Istana Negara pada Rabu (19/11) siang pukul 14.00 WIB.

Berarti, Ahok merupakan gubernur pertama di Tanah Air yang dilantik presiden di Istana Negara.

Perjalanan Ahok menuju kursi gubernur DKI Jakarta cukup berliku. Ia mendapat penolakan dari kelompok agama hingga sejumlah politisi di DPRD DKI Jakarta.

Salah satu kelompok yang menolak Ahok menjadi pemimpin DKI Jakarta adalah Front Pembela Islam (FPI) yang sudah berulangkali berunjuk rasa di depan Gedung DPRD DKI dan Balai Kota.

Ketua Umum FPI Habib Muhammad Rizig Shihab dalam orasinya di depan Balai Kota DKI Jakarta, pekan lalu menolak Ahok memimpin DKI Jakarta dengan alasan penduduk Ibu Kota mayoritas Muslim, sehingga harus dipimpin gubernur beragama Islam.

Namun, pria kelahiran Manggar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung pada 29 Juni 1966, itu tetap optimistis menghadapi semua serangan terhadap dirinya.

"Tidak mungkin 100 persen orang menyukai saya. Presiden saja hanya dipilih 52 persen orang Indonesia, berarti sisanya tidak suka," ucap Ahok, beberapa waktu lalu.

Tentang penolakan sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta, suami Veronica Tan ini berulangkali mengatakan bahwa pelantikan dirinya tidak berkaitan dengan DPRD DKI Jakarta.

"Pelantikan ini tidak ada hubungannya sama DPRD DKI. Nanti para anggota DPRD hanya sebagai undangan saja," ujarnya.



Dasar hukum

Penolakan sejumlah politisi DRPD DKI Jakarta atas pengangkatan Ahok sebagai gubernur defenitif tidak terlepas dari perbedaan persepsi dasar hukum.

Wakil Ketua DPRD Jakarta dari Partai Gerindra Muhammad Taufik mengatakan, Ahok tidak bisa langsung menjadi gubernur defenitif, sebab pada Pasal 173 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomo 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Pemilihan Kepala Daerah menyebutkan gubernur dipilih oleh anggota DPRD.

"Masing-masing menafsirkan itu wajar. Supaya penafsiran sama, tunggu fatwa dari Mahkamah Agung saja," ujarnya.

Meski mendapat penolakan dari sejumlah anggota legislatif, rapat paripurna pengumuman Ahok sebagai gubernur digelar anggota DPRD DKI Jakarta pada Jumat (14/11).

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan menjelaskan Ahok akan sah sebagai Gubernur definitif, setelah Presiden menandatangani Keppres dan upacara pelantikan digelar.

Keppres tersebut memuat sekaligus pengangkatan Ahok sebagai Gubernur definitif DKI Jakarta hingga 2017, serta pemberhentiannya sebagai Wakil Gubernur.

Tentang pelantikan di Istana Negara, aturan tersebut tercantum dalam pasal 163 Perppu Pilkada yang menyebutkan bahwa gubernur dilantik oleh presiden di Ibu Kota Negara.

Apabila presiden berhalangan, maka pelantikan gubernur dilakukan oleh wakil presiden. Dan jika wakil presiden juga berhalangan, maka menteri dalam negeri yang akan melaksanakan pelantikan tersebut.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Padang, Saldi Isra mengatakan bahwa dalam hal pengisian jabatan Gubernur DKI Jakarta harus tunduk pada ketentuan pasal 203 ayat 1 Perppu nomor 1 tahun 2014.

Pasal tersebut menyatakan bahwa dalam hal terjadi kekosongan gubernur, bupati, dan wali kota yang diangkat berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, wakil gubernur, wakil bupati dan wakil wali kota menggantikan gubernur, bupati dan wali kota sampai dengan berakhir masa jabatannya.

"Jadi tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan tentang pengangkatan Ahok menjadi gubernur defenitif," tukas Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Unand itu.

Ia mengatakan UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan RI, hanya mengatur secara terbatas proses pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Bahkan UU Nomor 29 tahun 2007 tersebut sama sekali tidak mengatur ihwal pemberhentian gubernur dan wakil gubernur. Untuk itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UU Nomor 29 tahun 2007, pengangkatan dan pemberhentian tunduk pada ketentuan dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.



Kerja nyata

Harapan atas kepemimpinan Ahok datang dari berbagai elemen seperti "Sahabat Jakarta" dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).

Relawan "Sahabat Jakarta" yang membentangkan spanduk selamat atas pelantikan Ahok di depan Kantor Gubernur DKI Jakarta meminta Ahok merealisasikan janjinya membenahi Ibu Kota.

"Ahok harus segera merealisasikan janjinya memperbaiki Ibu Kota, terutama tata kota dan persoalan banjir serta macet," kata relawan Sahabat Jakarta, Anton Purba.

Warga Jakarta tambah Anton juga mendambakan kota yang nyaman, aman, damai, bersih dan religius.

Sedangkan Ketua Umum GMKI Ayub Manuel mengatakan warga Jakarta menantikan kerja-kerja nyata dari Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta setelah Ahok benar-benar dilantik sebagai pemimpin yang definitif.

Sebelumnya, Ahok mengatakan segera membereskan birokrasi setelah dilantik menjadi gubernur.

"Setelah dilantik, birokrasi akan kita bereskan. Ini yang jadi prioritas. Kita ingin semua masalah birokrasi beres," ucapnya, menegaskan.

Persoalan birokrasi lain akan merombak formasi pejabat eselon tiga dan eselon empat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok lahir di Manggar Belitung Timur pada 29 Juni 1966.

Putra pertama dari Alm. Indra Tjahaja Purnama (Tjoeng Kiem Nam) dan Buniarti Ningsing (Boen Nen Tjauw) ini menikahi Veronica Tan dan dikaruniai tiga orang anak.

Oleh helti marini sipayung
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014