Nanjing (ANTARA) - Dua penyintas Pembantaian Nanjing tutup usia pada Sabtu (15/2), sehingga jumlah penyintas yang tercatat masih hidup menjadi 28 orang, demikian menurut Balai Peringatan Korban Pembantaian Nanjing oleh Tentara Jepang pada Minggu (16/2).
Yi Lanying, yang wafat pada usia 99 tahun, salah satu gigi depannya tanggal lantaran dipukul oleh seorang perwira Jepang saat pembantaian itu. Dia juga menyaksikan seorang tentara Jepang menikam seorang pemuda yang sedang sarapan hingga mati dengan bayonetnya, serta sekelompok tentara Jepang yang menggeledah rumah-rumah dan menculik lebih dari 70 pemuda.
Pengalaman traumatis itu meninggalkan rasa takut yang mendalam yang menyebabkan serangan panik, jantung berdebar-debar, hingga tinitus. Selama hidupnya, Yi mengungkapkan harapannya agar generasi mendatang tidak akan pernah melupakan nyawa-nyawa tak berdosa yang terenggut dalam pembantaian tersebut.
Tao Chengyi, yang wafat pada usia 89 tahun, kehilangan ayah, paman, dan sepupunya di tangan tentara Jepang.
"Setelah ayah saya dibunuh, ibu saya berjuang untuk mencari nafkah dengan menjalankan bisnis kecil-kecilan bersama kami, anak-anaknya. Perang menghancurkan masa kecil saya," kata Tao.
Pembantaian Nanjing terjadi ketika pasukan Jepang merebut ibu kota China saat itu pada 13 Desember 1937. Selama enam pekan, mereka membantai sekitar 300.000 warga sipil China dan tentara tak bersenjata dalam salah satu episode paling biadab dalam Perang Dunia II.
Pada 2014, badan legislatif tertinggi China menetapkan 13 Desember sebagai hari peringatan nasional untuk mengenang para korban Pembantaian Nanjing.
Pewarta: Xinhua
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2025