Jakarta (ANTARA News) - Penyakit jantung atau yang dikenal dengan istilah kedokteran penyakit kardiovaskuler, menurut World Health Organization (WHO), merupakan penyebab kematian manusia nomor satu di negara maju dan berkembang dengan menyumbang 30 persen atau sekitar 17 juta kasus dari seluruh kematian di dunia.

Mengingat jumlah kasus dan kematian akibat penyakit jantung cukup tinggi, maka penanganan terhadap kasus ini hendaknya dilaksanakan sesuai dengan ilmu kedokteran terkini dan diselenggarakan secara aman, berkualitas serta mengedepankan keselamatan pasien. Karena itu, meningkatan kemampuan tenaga kesehatan harus dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan.

Demikian pernyataan Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, Sp.M(K), saat menghadiri acara peringatan ulang tahun ke-29 Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita Jakarta, Sabtu pagi (15/11).

Menurut Menkes, prevalensi penyakit jantung di masyarakat semakin meningkat. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, penyakit jantung menjadi salah satu penyebab utama kematian di Indonesia.

Prevalensi secara nasional mencapai 7,2 persen. Kematian akibat penyakit jantung, hipertensi dan stroke mencapai 31,9 persen, sedangkan angka kematian karena penyakit kardiovaskuler di rumah sakit yaitu sekitar 6-12 persen.

Sementara itu, data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi hipertensi, berdasarkan wawancara, yakni 7,6 persen pada 2007 menjadi 9,5 persen pada 2013. Selain itu prevalensi penyakit jantung koroner dan gagal jantung terlihat meningkat seiring peningkatan umur responden.

Menkes memprediksi angka-angka tersebut sangat mungkin terus meningkat setiap tahunnya, karena tingginya faktor risiko yang mempengaruhi, antara lain perubahan gaya hidup, pola makan, kurangnya olahraga, merokok, stress, hipertensi, diabetes, dislipidemia, dan faktor lingkungan atau polusi yang membahayakan kesehatan, serta rendahnya kondisi sosioekonomi masyarakat.

“Peningkatan penyakit tidak menular (PTM) akan berdampak negatif pada beban ekonomi dan produktivitas bangsa. Hal ini dikarenakan pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar”, tandas Menkes.

Pada kesempatan tersebut, Menkes menyatakan bahwa RSJPD Harapan Kita sebagai Pusat Jantung Nasional diharapkan memposisikan diri sebagai tempat akhir rujukan. Sehingga, RSJPD Harapan Kita dapat terus melakukan penanganan tindakan medik komprehensif terbaru serta membuat inovasi terutama dalam pengembangan pelayanan jantung di Indonesia.

RSJPD Harapan Kita merupakan pusat pelatihan, penelitian dan teaching hospital dalam mendidik tenaga kesehatan khususnya di bidang kesehatan jantung. Sebagai pembina nasional di bidang pelayanan jantung dan pembuluh darah, SRJPD Harapan Kita harus mampu melakukan pembinaan terhadap rumah sakit lainnya untuk menjadi jejaring sehingga pelayanan menjadi makin dekat dengan masyarakat yang membutuhkan.

“Ini penting, mengingat response time yang sangat pendek pada penanganan penyakit jantung”, ujar Menkes.

Terkait pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini, RSJPD Harapan Kita berkomitmen turut menyukseskan kebijakan tersebut. Dalam kurun waktu hampir satu tahun sejak dicanangkan pada 1 Januari 2014, menurut Menkes, pelaksanaan JKN harus dicermati agar tidak terjadi fraud, yaitu segala bentuk kecurangan dan ketidakwajaran yang dilakukan berbagai pihak dalam mata rantai pelayanan kesehatan untuk memperoleh keuntungan sendiri yang melampaui keuntungan yang diperoleh dari praktik normal.

“Kendali mutu dan biaya menjadi mutlak dalam pelaksanaan JKN agar pelaksaannya tepat guna”, tandas Menkes.

Di penghujung sambutannya, Menkes mengucapkan selamat ulang tahun serta memberikan apresiasi tinggi kepada RSJPD Harapan Kita Jakarta yang telah berkontribusi selama 28 tahun.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi sehatnegeriku.com.

Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2014