Kigali (ANTARA) - Meningkatnya kekerasan dan pengusiran paksa di bagian timur Republik Demokratik Kongo telah menyebabkan ratusan ribu anak kehilangan akses ke pendidikan, kata badan PBB untuk anak-anak, UNICEF, pada Senin (17/2).

Sejak awal tahun, bentrokan yang disertai kekerasan telah menyebabkan lebih dari 2.500 sekolah dan pusat pembelajaran di provinsi Kivu Utara dan Kivu Selatan yang membuat 795.000 anak putus sekolah, naik dari 465.000 pada Desember 2024, menurut UNICEF.

Jean Francois Basse, Penjabat Sementara UNICEF di Kongo, menggambarkan situasi tersebut sebagai bencana bagi anak-anak yang terdampak.

“Pendidikan dan semua dukungan yang ditawarkan yang memungkinkan anak-anak kembali ke kehidupan yang normal, membangun kembali masa depan mereka setelah konflik ini," katanya dalam sebuah pernyataan.

Data terbaru PBB menunjukkan lebih dari 6,5 juta orang, termasuk 2,6 juta anak-anak, telah dipaksa meninggalkan rumah mereka di wilayah Kongo yang bergejolak.

Jacques Matata, seorang aktivis hak-hak anak, memperingatkan bahwa dengan konflik yang masih berlangsung, banyak anak mungkin tidak akan pernah kembali ke sekolah.

"Bahkan sebelum eskalasi kekerasan terbaru, ribuan anak di timur Kongo sudah kesulitan bersekolah akibat pengusiran paksa, menghancurkan impian banyak anak,” kata Matata kepada Anadolu.

Lebih dari 1,6 juta anak di timur Kongo saat ini tidak bersekolah, termasuk di provinsi Ituri, menurut UNICEF.

Sebagai bagian dari upaya kemanusiaan globalnya, badan PBB tersebut mencari dana sebesar 52 juta dolar AS (Rp845,3 miliar) untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mendesak bagi 480.000 anak.

Badan tersebut juga meminta semua pihak dalam konflik untuk menghormati sekolah dan infrastruktur sipil, sesuai dengan kewajiban mereka berdasarkan hukum internasional, serta segera menghentikan penggunaan fasilitas pendidikan untuk kepentingan militer.

M23, kelompok pemberontak yang dipimpin etnis Tutsi dan dibentuk pada 2012, adalah salah satu dari banyak kelompok bersenjata yang bertempur di timur Kongo.

Pertempuran sengit terbaru antara pemberontak M23 dan pasukan pemerintah yang meletus di provinsi Kivu Utara kini telah meluas ke provinsi Kivu Selatan.

Adapun pada Jumat lalu, pemberontak memasuki ibu kota provinsi Kivu Selatan, Bukavu, setelah merebut bandara Kavumu yang berjarak 25 kilometer dari ibu kota provinsi tersebut.

Kinshasa menuduh Rwanda mendukung pemberontak M23 dan mengirim pasukan ke timur Kongo sejak serangan terbaru dimulai, tuduhan yang telah berulang kali dibantah oleh Kigali.

Sumber : Anadolu

Baca juga: PBB sebut sekitar 2.900 orang tewas di Kongo Timur

Baca juga: Badan Migrasi PBB hentikan operasi di Kongo akibat penangguhan USAID

Baca juga: Aliansi pemberontak Kongo Timur termasuk M23 umumkan gencatan senjata

Penerjemah: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025