Kedua penyakit ini menjadi perhatian serius kami, karena dampaknya yang sangat fatal jika tidak ditangani dengan cepat
Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), mencatat belasan balita meninggal akibat penyakit pneumonia dan tuberkulosis (TBC) pada 2024.
"Sebanyak 15 anak meninggal dunia akibat pneumonia dan TBC pada 2024," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit serta Kesehatan Lingkungan (P3KL) Dinas Kesehatan (Dinkes) Lombok Timur Budiman Satriadi di Lombok Timur, Rabu.
Ia mengatakan dari 15 balita yang meninggal dunia akibat pneumonia dan TBC itu, 12 diantaranya berusia di bawah satu tahun dan satu anak di bawah lima tahun.
Penyakit pneumonia merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang sangat berbahaya, terutama bagi balita. Selain pneumonia, Budiman juga menyoroti kasus TBC yang telah merenggut nyawa dua anak.
Baca juga: Wamenkes: Pneumonia terus ancam anak-anak
"Kedua penyakit ini menjadi perhatian serius kami, karena dampaknya yang sangat fatal jika tidak ditangani dengan cepat," katanya.
Meskipun angka kematian akibat pneumonia dan TBC cukup tinggi, tetapi kedua penyakit ini di Lombok Timur masih tergolong rendah. "Penemuan kasus pneumonia hanya 48 persen, TBC 51 persen, dan diare 54 persen," katanya.
Faktor menyebabkan penyakit tersebut, kata dia, antara lain masih minimnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit-penyakit itu. TBC dan diare sering disebut sebagai silent disease, karena gejalanya tidak selalu terlihat jelas.
Baca juga: Inspirasi NTB-Pemkot Mataram berkolaborasi eliminasi TBC pada 2030
"Anak mungkin terlihat sehat, tetapi jika tidak ditangani dengan cepat, penyakit ini dapat berakibat fatal," katanya.
Ia mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala-gejala penyakit tersebut. Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain menjaga kebersihan lingkungan, menghindarkan anak dari paparan asap rokok di dalam ruangan, serta memastikan rumah memiliki ventilasi dan pencahayaan yang memadai.
"Lingkungan rumah yang lembab, pengap, dan kurang cahaya, dapat meningkatkan risiko pneumonia dan TBC. Sementara itu makanan dan minuman yang tidak higienis dapat memicu diare," jelasnya.
Baca juga: Cara menghitung nafas cepat untuk deteksi pneumonia pada anak
Pihaknya juga mendorong masyarakat segera membawa anak ke fasilitas kesehatan (faskes) jika menunjukkan gejala-gejala seperti batuk berkepanjangan, sesak napas, demam, atau diare.
"Kenali gejala dan bahayanya. Jangan menunda-nunda untuk memeriksakan anak ke tenaga medis jika ada tanda-tanda penyakit tersebut," katanya.
Ia mengatakan pemerintah daerah tetap berkomitmen untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya pneumonia, TBC, dan diare.
"Upaya ini diharapkan dapat menekan angka kematian balita dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pencegahan serta penanganan dini penyakit-penyakit tersebut," katanya.
Baca juga: Cara sederhana untuk menghindarkan anak dari pneumonia
Pewarta: Akhyar Rosidi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025