Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyoroti perlunya edukasi publik agar mereka mengontrol asupan nutrisi selama Ramadhan guna menghindari risiko terkena penyakit tidak menular (PTM).

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kemenko PMK Sukadiono mengatakan hal tersebut sebagai respons terkait pertanyaan media tentang persiapan untuk bulan Ramadhan, di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan, Ramadhan identik dengan makanan-makanan yang tinggi akan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL).

"Ini yang tentu kita tidak bisa, tetapi bagaimanapun kita harus memberikan edukasi. Ramadhan ini bulan penuh berkah, tentu ini Pak Kepala Badan (Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan Asnawi Abdullah) sudah menyampaikan, prinsipnya itu kan 'kulû wasyrabû wa lâ tusrifû' gitu ya. Jadi makan dan minumlah tetapi jangan berlebihan," ujar dia menambahkan.

Sukadiono menjelaskan bahwa pola konsumsi yang tidak sehat, seperti asupan GGL yang berlebihan, merupakan kontributor utama PTM seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Dengan kebijakan yang tepat serta edukasi bagi masyarakat tentang bahaya konsumsi GGL berlebih, risiko penyakit dan kematian karena PTM dapat dihindari.

"Studi di Finlandia yang menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi garam sebesar 30 persen menurunkan angka kematian akibat stroke dan penyakit jantung hingga 75 persen dalam 30 tahun," katanya.

Kedua, katanya, regulasi di Meksiko tentang pajak minuman manis yang berhasil mengurangi konsumsi sebesar 7,5 persen dalam tahun pertama berdampak positif pada kasus obesitas dan diabetes.

Dia pun mengutip sejumlah data terkait, contohnya pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi naik menjadi 34,1 persen karena konsumsi garam berlebihan.

"Secara global, konsumsi natrium juga tinggi dengan rata-rata mencapai 4,3 gram per hari. Di Indonesia konsumsi garam mencapai 11 gram per hari. Lebih dari dua kali lipat rekomendasi WHO. Setiap tahun sekitar 130 ribu orang Indonesia meninggal akibat konsumsi natrium yang berlebihan," kata dia menambahkan.

Dia menyebutkan, dalam Rancangan Teknokratik Pembangunan Jangka Panjang Nasional RPCPN tahun 2045, pengendalian PTM penyakit tidak menular dan konsumsi GGL menjadi fokus utama. Menurut dia, hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui peningkatan pola konsumsi pangan sehat dan aktivitas fisik, seperti melalui UU Kesehatan 17 tahun 2023 dan transformasi kesehatan.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) Muhammad Subuh mengatakan, kebiasaan mengurangi GGL dapat dimulai dari lingkup keluarga. Dia mencontohkan, di keluarganya garam diletakkan di meja makan dan bukan di dapur, sehingga dipakai hanya seperlunya.

Contoh lainnya, katanya, adalah iklan-iklan yang mampu membangun kesadaran masyarakat akan bahaya konsumsi GGL berlebih.

Baca juga: Daftar makanan sehat dan kaya nutrisi untuk berbuka puasa
Baca juga: Penting untuk menjaga pola hidup sehat dan seimbang

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2025