Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan sidang terbuka Rancangan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang gugatan perdata terhadap pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) dalam rangka perlindungan konsumen segera digelar.

"Kami (bersama Mahkamah Agung) sudah melakukan progres yang sangat baik menurut pendapat kami dan dalam waktu dekat ini kami akan menggelar sidang terbuka Perma terkait gugatan perdata tersebut," kata Kepala Eksekutif Pengawas Penyelenggaraan Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu.

​​​Friderica, atau yang akrab disapa Kiki berharap Perma tersebut dapat segera disahkan setelah sidang terbuka sehingga OJK dapat menggunakan kewenangan untuk mengajukan gugatan perdata.

"Dalam kasus ini, kami juga dibantu oleh Kejaksaan. Untuk melanjutkan perkara, misalnya asetnya ada di luar negeri dan sebagainya, akan kami lanjutkan, walaupun belum tahu tingkat keberhasilannya. Tapi paling tidak, masyarakat tidak lolos begitu saja kalau (PUJK) dicabut izin usahanya, ya sudah. Tapi tidak, kami akan meneruskannya," katanya.

​​​Kewenangan OJK untuk melakukan gugatan perdata tercantum dalam Pasal 30 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.

Kewenangan tersebut juga diperkuat melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

​​​​​Guna mengajukan gugatan perdata, Kiki menuturkan OJK membutuhkan payung hukum berupa Perma dan penyusunannya membutuhkan waktu antara 2 hingga 2,5 tahun.

​​​​"Alhamdulillah, Mahkamah Agung sangat kooperatif dalam membantu kami, Bapak Ketua Mahkamah Agung dari Kamar Perdata juga sangat kooperatif kepada kami," ujarnya.

Pasal 30 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 menyebutkan bahwa OJK berwenang melakukan pembelaan hukum demi perlindungan konsumen dan masyarakat, salah satunya dengan pengajuan gugatan.

​​​​​​Gugatan tersebut dilakukan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menimbulkan kerugian, baik yang berada dalam penguasaan pihak yang menimbulkan kerugian dimaksud maupun yang berada dalam penguasaan pihak lain yang beritikad tidak baik.

Gugatan tersebut juga bertujuan untuk memperoleh ganti rugi dari pihak yang menimbulkan kerugian kepada konsumen dan/atau lembaga jasa keuangan (LJK) sebagai akibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

​​​​​​Adapun Pasal 30 ayat (1) huruf a disebutkan bahwa OJK dapat memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada LJK untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan.

Terkait pasal tersebut, Kiki menyampaikan bahwa OJK telah menjalankan amanah OJK dapat memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada LJK untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan.

Sejak 1 Januari 2024 hingga 22 Januari 2025, Kiki menyebutkan ada 221 pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) yang memberikan ganti rugi kepada konsumen sebanyak 1.622 pengaduan dengan total kerugian mencapai Rp214,5 miliar.

​​​​​​Kompensasi atas kerugian tersebut dapat berupa pengembalian dana simpanan bank akibat fraud (kecurangan) yang dilakukan karyawan bank, pengembalian dana investasi yang disalahgunakan oleh karyawan perusahaan sekuritas, dan pengembalian premi asuransi.

Selain itu, OJK juga memberikan 20 perintah kepada 18 PUJK terkait penyempurnaan SOP, pengawasan agen pemasaran dan billing officer, serta perintah ganti rugi kerugian konsumen.

​​​​​​Kemudian, sebanyak 333 kali teguran tertulis disampaikan kepada 218 PUJK berupa pelanggaran ketentuan perlindungan konsumen dan keterlambatan penanganan pengaduan.

OJK juga mengenakan 92 sanksi denda kepada 86 PUJK berupa pelanggaran ketentuan perlindungan konsumen dan keterlambatan penyampaian laporan dan dokumen pengaduan.

Baca juga: OJK: Kerugian Konsumen Akibat Penipuan dan Fraud Capai Rp 2,5 Triliun

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Iskandar Zulkarnaen
Copyright © ANTARA 2025