Banda Aceh (ANTARA News) - Sejumlah cagar budaya berupa batu nisan yang berumur ratusan tahun dan dapat ditemukan di sejumlah wilayah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), seperti di kawasan pesisir Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, hingga kini masih berserakan dan tidak terurus "Batu-batu nisan yang lazimnya ditemukan sebagai tanda di sebuah kuburan dari tokoh-tokoh pejuang dan ulama Aceh tempo dulu itu hingga kini masih berserakan, terkesan tanpa ada yang urus," kata seorang pemerhati kebudayaan Aceh, Nurdin AR, kepada ANTARA di Banda Aceh, Jumat. Padahal, katanya, sebagian cagar budaya itu menggambarkan bahwa masyarakat Aceh telah lama memiliki hubungan historis dengan berbagai bangsa di dunia sejak abad ke-13, seperti dengan India Selatan yakni wilayah Tamil, Srilangka. "Batu-batu nisan yang kini seperti tidak bertuan dan kerap dijumpai di pesisir-pesisir Aceh dari Aceh Besar sampai ke Aceh Timur itu dibiarkan terlantar, sebagian ada yang sudah patah yang usianya mencapai lebih tujuh ratus tahun," katanya. Ia mencontohkan, sebuah batu nisan beragam ukiran dan tulisan Arab dapat ditemukan di komplek perkuburan kuno di kawasan Kuta Lubok Ujung Batee, Kabupaten Aceh Besar. "Batu nisan yang penuh dengan ukiran dan huruf-huruf Arab itu menunjukkan bahwa Islam masuk ke Aceh pada abad ke-13," katanya. Karena itu, Nurdin yang juga menjabat sebagai Kepala UPT Museum Negeri Provinsi NAD, mengharapkan adanya perhatian serius dari pemerintah untuk memugar kembali cagar-cagar budaya tersebut. Perlunya pemugaran cagar budaya itu adalah untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat, mengenai seni budaya yang pernah tumbuh dan berkembang termasuk seni ukir seperti yang tertera dalam batu-batu nisan. "Kita prihatin, generasi seni ukir di Aceh sudah tidak ada lagi. Degradasi pemahaman budaya juga perlu digali kembali, sehingga kekayaan seni masyarakat Aceh bisa tumbuh kembali di masa-masa mendatang," katanya. Ia mencontohkan, sulit untuk mencari seorang pengukir kayu, batu Aceh dan tukang ukir emas perhiasan tradisional khas Aceh. "Padahal, seni ukit itu merupakan salah satu kekayaan budaya yang perlu dikembangkan," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006